Iklan

HADIST-HADIST BERKAITAN DENGAN ISTILAH TARBIYAH TA’DIB DAN TA’LIM


A.          PENDAHULUAN
Dalam konteks individu, pendidikan termasuk salah satu kebutuhan asasi manusia, karena pendidikan menjadi jalan yang lazim untuk memperoleh pengetahuan atau ilmu, sedangkan ilmu akan menjadi unsur utama penopang kehidupannya. Oleh karena itu, Islam tidak saja mewajibkan manusia untuk menuntut ilmu, bahkan memberi dorongan serta arahan agar dengan ilmu itu manusia dapat menemukan kebenaran hakiki dan mendayagunakan ilmunya di atas jalan kebenaran itu (Karim, 2007).
Islam mengarahkan manusia untuk mengaplikasikan ilmunya dalam menggali dan menghayati makna hidup. Islam tidak menghendaki ilmu yang diperoleh digunakan untuk kepentingan pribadi yang di sisi lain merugikan banyak orang. Ilmu yang baik pada dasarnya adalah ilmu membawa kemashlahatan bagi umat, di dunia maupun di akhirat.
Rasulullah SAW pernah bersabda: "Tuntutlah oleh kalian akan ilmu pengetahuan, sesungguhnya menuntut ilmu adalah pendekatan diri kepada Allah azza wajalla, dan mengajarkannya kepada orang yang tidak mengetahuinya adalah shodaqoh. Sesungguhnya ilmu itu akan menempatkan pemiliknya pada kedudukan tinggi lagi mulia. Ilmu adalah keindahan bagi ahlinya di dunia dan akhirat." (HR Ar Rabii’).

Makna hadis tersebut sejalan dengan firman Allah SWT: "Allah
niscaya mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan mereka yang berilmu pengetahuan bertingkat derajat. Dan Allah Maha mengetahui terhadap apa yang kamu lakukan." (QS. Al-Mujadalah: 11).
Jadi, dalam Islam pendidikan tidak hanya sekedar sebuah dinamika kemanusiaan yang lazim, melainkan lebih dari itu, pendidikan adalah ibadah kepada Allah SWT, sekaligus sebagai aktualisasi diri manusia sebagai khalifah di muka bumi.



B.           PEMBAHASAN
                   I.      Istilah Tarbiyah
a.        Hadist Tentang Istilah Tarbiyah
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ رَجُلًا زَارَ أَخًا لَهُ فِي قَرْيَةٍ أُخْرَى فَأَرْصَدَ اللَّهُ لَهُ عَلَى مَدْرَجَتِهِ مَلَكًا فَلَمَّا أَتَى عَلَيْهِ قَالَ أَيْنَ تُرِيدُ قَالَ أُرِيدُ أَخًا لِي فِي هَذِهِ الْقَرْيَةِ قَالَ هَلْ لَكَ عَلَيْهِ مِنْ نِعْمَةٍ تَرُبُّهَا قَالَ لَا غَيْرَ أَنِّي أَحْبَبْتُهُ فِي اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ قَالَ فَإِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكَ بِأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَبَّكَ كَمَا أَحْبَبْتَهُ فِيهِ
“Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, "Pada suatu ketika ada seorang lelaki yang mengunjungi saudaranya di desa lain. Kemudian Allah pun mengutus seorang malaikat untuk menemui orang tersebut.Ketika orang itu ditengah perjalanannya ke desa yang dituju, maka malaikat tersebut bertanya; 'Hendak pergi ke mana kamu?' Orang itu menjawab; 'Saya akan menjenguk saudara saya yang berada di desa lain.' Malaikat itu terus bertanya kepadanya; 'Apakah kamu mempunyai satu perkara yang menguntungkan dengannya?' Laki-laki itu menjawab; 'Tidak, saya hanya mencintainya karena Allah Azza wa Jalla.' Akhirnya malaikat itu berkata; 'Sesungguhnya aku ini adalah malaikat utusan yang diutus untuk memberitahukan kepadamu bahwasanya Allah akan senantiasa mencintaimu sebagaimana kamu mencintai saudaramu karena Allah.[1]
b.        Implikasi Hadits
Sebagaimana dikutip dari Ahmad Tafsir[2] bahwa pendidikan merupakan arti dari kata tarbiyah  kata tersebut berasal dari tiga kata yaitu; rabba-yarbuyang bertambah, tumbuh, dan ‘rabbiya- yarbaa’ berarti menjadi besar, serta ‘rabba-yarubbu’ yang berarti memperbaiki, menguasai urusan, menuntun, menjaga, memelihara
Abdurrahman al-Nahlawi mengemukakan bahwa menurut Kamus Bahasa Arab, lafal al-Tarbiyah berasal dan tiga kata, yaitu: 
Pertama: raba yarbu yang berarti bertambah dan bertumbuh. Makna ini dapat dilihat dan firman Allah: 
َمَا آَتَيْتُمْ ومِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلاَ يَرْبُو عِنْدَ اللَّهِ  
 “Dan suatu riba (tambahan) yang kalian berikan agar dia menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah “. (QS Al-Rum: 39).
Kedua: rabiya yarba dengan wazan (bentuk) khafiya yakhfa yang berarti: menjadi besar. Atas dasar makna inilah Ibn aI-’Arabi mengatakan:
فَمَنْ يَكُ سَائِلاً عَنِّى فَإِنىِّ بِمَكَّةَ مَنْزِلِى وَبِهَا رُبِيْتُ
"Jika orang bertanya tentang diriku, maka Mekah adalah tempat tinggalku dan di situlah aku dibesarkan".
Ketiga: rabba yarubbu dengan wazan (bentuk) madda yamuddu yang berarti memperbaiki, menguasai urusan, menuntun, menjaga dan memelihara. Makna ini antara lain ditunjukkan oleh perkataan Hasan bin Tsabit, sebagaimana yang ditulis oleh Ibn al-Manzhur dalam “lisan al-‘Arab:
وَلاَنْت أَحْسَنُ إِذْ بَذَرْتَ لَنَا    يَوْمَ الخْرُوُْجُ بِسَاحَةِ الْقَصْرِ
مِنْ ذُرَّيَةِ بَيْضَآءِ صَافِيَةٍ     مِمَّا تَرَبَّبَ جَائِرَةُ الْبَحْرِ
"Sesungguhnya ketika engkau tampak pada hari ke luar di halaman istina, engkau lebih baik daripada sebutir mutiara putih bersih yang dipelihara oleh kumpulan air di laut’ ".
Kata Ibn al-Manzhur. “Rababtul amra-arubbuhu rabban wa rababan, berarti aku memperbaiki dan mengokohkan perkara itu (Al-Nahlawi, 1989: 31).
Kata “tarbiyah” merupakan masdar dan rabba, yurabbiy, tarbiyat dengan wazan fa‘ala, yufa‘ilu, taf'ilan”. Kata ini ditemukan dalam Alquran Surat Al-Isra’/17:24 yang terjemahannya: “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidikku waktu kecil “.
Dalam terjemahan ayat di atas, kata tarbiyah digunakan untuk mengungkapkan pekerjaan orang tua yang mengasuh anaknya sewaktu kecil. Pengasuhan itu meliputi pekerjaan: memberi makanan, minuman. pengobatan, memandikan, menidurkan dan kebutuhan lainnya sebagai bayi. Semua itu dilakukan dengan rasa kasih sayang.
Beberapa pengkaji telah menyusun definisi pendidikan dari ketiga asal kata ini: Imam al-Baidawi (wafat: 685),dalam tafsirnya “Anwar al-Tanzil wa Asrar al-Ta‘wil “, mengatakan makna asal al-Rabb adalah al-Tarbiyah yaitu: menyampaikan sesuatu sedikit demi sedikit hingga sempurna. Kemudian kata itu dijadikan sifat Allah SWT sebagai mubalaghah (penekanan).
Dalam buku mufradat, al-Raghib al-Ashfahani (wafat: 502 H), menyatakan bahwa makna asal al-Rab adalahal-Tarbiyah, yaitu: memelihara sesuatu sedikit demi sedikit hingga sempurna (Al-Ashfahani, 1992:336).
Dari ketiga asal kata di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan (tarbiyah) terdiri dari empat unsur:
a)    Menjaga dan memelihara fitrah anak menjelang balig.
b)    Mengembangkan seluruh potensi dan kesiapan yang bermacam-macam
c)    Mengarahkan seluruh fitrah dan potensi anak menuju kepada kebaikan dan kesempurnaan yang layak baginya.
d)    Proses ini dilaksanakan secara bertahap.
                II.      Istilah Ta’dib
a.        Hadist-hadist tentang istilah ta’dib
أَدَّبَنِى رَبِّى اَحْسَنَ تَأْدِيْـبِى
“Tuhanku telah mendidikku, maka ia menjadikan pendidikanku menjadi baik”(HR.Ibnu Hibban)
أَدِّبُـوْا أَوْلاَدَكُمْ عَـلَى ثَلاَثِ حِصَـالٍ: حُبِّ نَبِـيِّكُمْ وَحُبِّ آلِ بَيْـتِهِ, وَتِـلاَوَتِ اْلقُـرْآنِ. فَإِنَّ حَمَـالَةَ الْقُـرْآنِ فِى ظِـلِّ عَـرْشِ اللهِ يَـوْمَ لاَ ظِـلَّ إِلاَّ ظِلُّـهُ مَعَ أَنْبِـيَآئِـهِ وَأَصْفِـيَآئِـهِ
“Didiklah anak-anakmu dalam tiga hal: mencintai Nabimu, mencintai keluarga nabi, dan membaca Al Qur’an. Maka sesungguhnya yang membaca Al Qur’an berada dalam naungan Nya, bersama para Nabi dan orang-orang Suci”
أدّبوا اولادكم و احسنوا ادابهم
“Didiklah anak-anak kamu dengan pendidikan yang baik[3]
b.      Implikasi Hadist
Kata ta’dib berasal dari kata addaba, yuaddibu, ta’dib yang artinya pendidikan (udecation) disiplin, patuh dan tunduk pada aturan (discipline) peringatan atau hukum (punishment) hukuman-penyucian (chastisement).[4] Ada juga yang memberikan arti ta’dibyang berarti beradab, bersopan santun, tata karma, adab, budi pekerti, akhlak, moral, dan etika.[5]
al-Attas mengartikan ta’dib yang seakar dengan adab memiliki arti pendidikan peradaban dan kebudayaan sebagai pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang-tempat yang tetap dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan, sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan kekuatan dan keagungan Tuhan.[6] Melalui ta’dib ini al-Attas ingin menjadikan pendidikan sebagai sarana transformasi nilai-nilai akhlak mulia yang bersumber pada ajaran agama ke dalam diri manusia, serta menjadi dasar terjadinya proses islamisasi ilmu pengetahuan. Islamisasi ilmu pengetahuan ini menurutnya perlu dilakukan dalam rangka membendung pengaruh materialisme, sekularisme, dan dikotomisme ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh barat.[7]
Selanjutnya dalam sejarah, kata ta’dib digunakan untuk menunjukkan pada kegiatan pendidikan yang dilaksanakan di istana-istana raja (qushur) yang para muridnya terdiri dari para putra mahkota, pangeran atau calon pengganti raja. Pendidikan yang berlangsung di istana ini diarahkan untuk menyiapkan calon pemimpin masa depan. Karena itu, materi yang diajarkan meliputi pelajaran bahasa, pelajaran berpidato, pelajaran menulis yang baik, pelajaran sejarah para pahlawan dan panglima besar dalam rangka menyerap pengalaman keberhasilan mereka, renang, memanah, dan menunggang kuda (pelajaran ketarampilan).[8] Penggunaan kata ta’dib dalam arti pendidikan antara lain di jumpai dalam hadis Rasullah sebagai berikut:
“Didiklah putra-putrimu sekalian dengan tiga perkara: yaitu mencintai Nabi mereka, mencintai keluarganya, membaca al-Qur’an, karena yang menghafal al-Qur’an akan berada di bawah naungan Allah, pada hari yang tidak ada perlindungan kecuali perlindungannya bersama para nabi dan para sahabatnya.” (HR. Dailami)[9]
أدبني ربي فأحسن تأديبي
“Tuhanku telah mendidikku, maka ia menjadikan pendidikanku menjadi baik”(HR.Ibnu Hibban)
Oleh karenanya ta’dib sebagai istilah pendidikan, pada awalnya telah dipakai secara tepat oleh para tokoh sufi yang secara tipikal menonjol dalam pengembangan pribadi Islam melalui pengembangan indra, akal dan moral. Makna yang dikandung dengan istilah adab atauta’dib, sebab istilah ini tidak terbatas hanya pada aspek kognitif, tetapi juga meliputi pendidikan spiritual, moral dan sosial.[10]
             III.      Istilah Ta’lim
a.      Hadist-hadist Tentang Istilah Ta’lim
اِعْمَلُوْا بِطَاعَةِ اللهِ وَاتَّقُوْا مَعَاصِىَ اللهِ وَ مُرُوْا اَوْلَادَكُمْ بِامْتِثَالِ اْلَاوَامِرِ,وَاجْتِنَابِ النَوَاهِى فَذَالِكَ وِقَايَةٌ لَهُمْ وَلَكُمْ مِنَ النّارِ
“Ajarkanlah mereka untuk ta’at kepada Allah dan takut berbuat maksiat kepada Allah serta suruhlah anak-anak kamu untuk menaati perintah-perintah dan menjauhi larangan-larangan. Karena itu akan memelihara mereka dan kamu dari api neraka ”

مَنْ دَخَلَ مَسْجِدَنَا هَذَا لِيُعَلِّمَ خَيْرًا اَوْ لِيَتَعَلَّمَ كَانَ كَا اْلمُجَاهِدِ فِى سبيلالله
Barang siapa masuk masjid kami ini untuk tujuan mengajarkan kebaikan atau untuk belajar, maka dia bagaikan orang berperang di jalan Allah”

ما من رجل يعلم ولده القرأن فى الدنيا الاّ توّج ابوه بتاج فى الجنّة يعرفه به اهل الجنّة بتعليم ولده القرأن فى الدنيا
“Tidaklah seseorang mengajarkan Al Qur’an kepada anaknya di dunia kecuali ayahnya pada hari kiamat dipakaikan mahkota surga. Ahli surgamengenalinya dikarenakan dia mengajari anaknya Al Qur’an di dunia”



b.      Implikasi Hadist
Perkataan ta’lim dipetik dari kata dasar ‘allama (عَلَّمَ), yu‘allimu يُعَلِّمُ)) dan ta’lim(تَعْلِيْم).Yu‘allimu diartikan dengan mengajarkan, untuk itu istilah ta’lim diterjemahkan dengan pengajaran.M. Thalib mengatakan bahwa ta’lim memiliki arti memberitahukan sesuatu kepada seseorang yang belum tahu.[11]
Istilah Mu’allim atau pengajar yang berarti orang yang melakukan pengajaran, juga di munculkan dalam hadith[12], Nabi Muhammad SAW. Bersabda:
اِعْمَلُوْا بِطَاعَةِ اللهِ وَاتَّقُوْا مَعَاصِىَ اللهِ وَ مُرُوْا اَوْلَادَكُمْ بِامْتِثَالِ اْلَاوَامِرِ,وَاجْتِنَابِ النَوَاهِى فَذَالِكَ وِقَايَةٌ لَهُمْ وَلَكُمْ مِنَ النّارِ
“Ajarkanlah mereka untuk ta’at kepada Allah dan takut berbuat maksiat kepada Allah serta suruhlah anak-anak kamu untuk menaati perintah-perintah dan menjauhi larangan-larangan.Karena itu akan memelihara mereka dan kamu dari api neraka.”
Dalam hal ini ungkapan (اعملو) diberikan kepada orang tua yang berlaku sebagai mu’allim sedangkan pelajarnya (muta’allim) atau yang diajari adalah anak-anaknya. Juga sabda beliau[13]
خيركم من تعلّم القرأن و علّمه
“Sebaik-baik kamu adalah orang yang mempelajari Al Qur’an dan mengajarkannya.”
Dalam hadith ini secara lengkap disebutkan ungkapan ta’alim(تعلّم), sedangkan ilmu yang dipelajari adalah Al-Qur’an serta disebutkan pihak yang mengajarkannya.
Ta’lim secara umum hanya terbatas pada pengajaran dan pendidikan kognitif semata-mata. Hal ini memberikan pemahaman bahwa ta’lim hanya mengedepankan proses pengalihan ilmu pengetahuan dari pengajar (mu’alim) dan yang diajar (muta’alim). Ta’limjuga mewakili ungkapan proses dari tidak tahu menjadi tahu. Dari perkataan Sa’ad bin Waqash, memberi makna anak-anak yang tidak tahu tentang riwayat Rasulullah, diajarkan sehingga menjadi tahu.
Apabila pendidikan Islam diidentikkan dengan ta’lim, para ahli memberikan pengertian sebagai berikut;
a)      Abdul Fattah Jalal, mendefinisikan ta’lim sebagai proses pemberian pengetahuan, pemahaman, pengertian, tanggung jawab, dan penanaman amanah, sehingga penyucian atau pembersihan manusia dari segala kotoran dan menjadikan diri manusia berada dalam kondisi yang memungkinkan untuk menerima al-hikmah serta mempelajari apa yang bermanfaat baginya dan yang tidak diketahuinya. Ta’limmenyangkut aspek pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan seseorang dalam hidup serta pedoman prilaku yang baik. Ta’lim merupakan proses yang terus menerus diusahakan semenjak dilahirkan, sebab menusia dilahirkan tidak mengetahui apa-apa, tetapi dia dibekali dengan berbagai potensi yang mempersiapkannya untuk meraih dan memahami ilmu pengetahuan serta memanfaatkanya dalam kehidupan.[14]
b)      Menurut Rasyid Ridho, ta’lim adalah proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu . Definisi ini berpijak pada firman Allah yang berbunyi:
وَعَلَّمَ ءَادَمَ الأَسْمَآءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلاَئِكَةِ فَقَالَ أَنبِئُونِي بِأَسْمَآءِ هَؤُلآءِ إِن كُنتُم صَادِقِينَ
 “Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!"
Rasyid Ridho memahami kata ‘allama’ Allah kepada Nabi Adam as, sebagai proses tranmisi yang dilakukan secara bertahap sebagaimana Adam menyaksikan dan menganalisis asma-asma yang diajarkan Allah kepadanya. Dari penjelasan ini disimpulkan bahwa pengertian ta’lim lebih luas atau lebih umum sifatnya daripada istilah tarbiyah yang khusus berlaku pada anak-anak.Hal ini karena ta’limmencakup fase bayi, anak-anak, remaja, dan orang dewasa, sedangkan tarbiyah, khusus pendidikan dan pengajaran fase bayi dan anak-anak.[15]
c)      Syed Muhammad an-Naquib al-Attas, mengartikan ta’lim disinonimkan dengan pengajaran tanpa adanya pengenalan secara mendasar, namun bila ta’limdisinonimkan dengan tarbiyah, ta’lim mempunyai arti pengenalan tempat segala sesuatu dalam sebuah sistem.[16]Menurutnya ada hal yang membedakan antara tarbiyah dengan ta’lim, yaitu ruang lingkup ta’lim lebih umum daripada tarbiyah, karena tarbiyah tidak mencakup segi pengetahuan dan hanya mengacu pada kondisi eksistensial dan juga tarbiyah merupakan terjemahan dari bahasa latin education, yang keduanya mengacu kepada segala sesuatu yang bersifat fisik-mental, tetapi sumbernya bukan dari wahyu.
d)     Menurut Muhammad Athiyah al-Abrasy, pengertian ta’lim berbeda dengan pendapat diatas, beliau mengatakan bahwa; ta’lim lebih khusus dibandingkan dengan tarbiyah, karena ta’lim hanya merupakan upaya menyiapkan individu dengan mengacu pada aspek-aspek tertentu saja, sedangkan tarbiyah mencakup keseluruhan aspek-aspek pendidikan.[17]
                  IV.          Analisis Perbandingan Antara Konsep Tarbiyah, Ta’dib dan Ta’lim’
Istilah ta’lim, ta’dib dan tarbiyah dapatlah diambil suatu analisa. Jika ditinjau dari segi penekanannya terdapat titik perbedaan antara satu dengan lainnya, namun apabila dilihat dari unsur kandungannya, terdapat keterkaitan yang saling mengikat satu sama lain, yakni dalam hal memelihara dan mendidik anak.
Dalam ta’lim, titik tekannya adalah penyampain ilmu pengetahuan yang benar, pemahaman, pengertian, tanggung jawab dan penanaman amanah kepada anak. Oleh karena ituta’lim di sini mencakup aspek-aspek pengetahuan dan ketrampilan yang di butuhkan seseorang dalam hidupnya dan pedoman perilaku yang baik.
Sedangkan pada tarbiyah, titik tekannya difokuskan pada bimbingan anak supaya berdaya (punya potensi) dan tumbuh kelengkapan dasarnya serta dapat berkembang secara sempurnaYaitu pengembangan ilmu dalam diri manusia dan pemupukan akhlak yakni pengalaman ilmu yang benar dalam mendidik pribadi.
Adapun ta’dib, titik tekannya adalah pada penguasaan ilmu yang benar dalam diri seseorang agar menghasilkan kemantapan amal dan tingkah laku yang baik.
Denga pemaparan ketiga konsep di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ketiganya mempunyai satu tujuan dalam dunia pendidikan yaitu menghantarkan anak didik menjadi yang “seutuhnya”, perfect man, sehingga mampu mengarungi kehidupan ini dengan baik.




C.           SIMPULAN
Penggunaan istilah dalam pendidikan berdasar pada Al Qur’an dan As Sunnah yang tepat akan menjadi sangat penting, karena akan mempengaruhi konsep pendidikan khususnya pendidikan dalam pengertian Islam. Pengertian pendidikan akan mendasari tujuan, metode sampai pada kurikulum pendidikan itu sendiri.
Mengadopsi seluruh istilah atau menggabungkannya sebagai upaya untuk mengakomodasi saja tidaklah cukup, mengingat strukturnya dan penekanannya akan berbeda. Apabila ta’dib adalah istilah yang paling mewakili pendidikan dalam islam, maka adab akan menjadi stressing dalam pendidikan secara keseluruhan, tidak hanya pada pendidikan agama saja.
Walaupun demikian tarbiyyah dan ta’lim merupakan istilah yang memilki kaitan erat langsung dengan pendidikan itu sendiri. Proses pengembangan diri dan pengajaran adalah bagian penting dalam pendidikan untuk mencapai tujuan manusia sebagai hamba Allah.



D.           DAFTAR PUSTAKA
Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: Rosda Karya, 1992.
Al Attas, Syed Muhammad Naquib, 1980, The Concept of Education in Islam: A Framework an Islamic Philosophy of Education. Kuala Lumpur: ISTAC.
Al Attas, Syed Muhammad Naquib, 1977, Aims and Objectives of Islamic Education: Jeddah: King Abdul Aziz University.
Al-Qur’an dan terjemahan, 1984, Jakarta: Departemen Agama RI
Fahr al-Razi, Mawafiqu lil Mathbu, Dar Ihya at-Thuras al-Arab
Abuddin Nata, 2000, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Predana Media Grouf







[1]Hadits Shahih Muslim, nomor : 4656. Diakses secara online melalui situs http://id.lidwa.com/app/.tanggal 15 April 2012, 19.30.
[2]Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: Rosda Karya, 1992. Hal: 5.
[3]  Diriwayatkan oleh Ibn Majah
[4] Abuddin Nata, Ibid, hal. 47
[5] Abdul Mujib dan Yusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta, Predana Media, 2006), hal.10.

[6] al-Attas,The Concept of Education in Islam; Ibid, 32
[7] Ibid
[8] Muhammad Dhiyau ar-Rahman al-‘Azhami, al-Mihnatul Kubra Syarah wa Takhrij as-Nusan as-Shukhra, (Riyad, an-Nasyir Maktabah ar-Rusydi 1422 H), Juz 8, hal. 154.
[9] Abi al-Abbas Ahmad bin Muhammad bin Muhammad bin Ali  al-Hajar al-Haitami, al-Shawa’iqu al-Muharriqah ‘ala Ahli al-Rafdhi wa al-Dhalala wa al-Zindiqah,( Beirut, 1997, Muasasa al-Risalah), Juz 2, hal. 496.

[10] Sa’id Ismail Ali, Ushulul At-tarbiyah Al-islamiah, (Mesir, 1428, Dar-Al-salam), hal. 11
[11] M. Thalib, Pendidikan Islam Metode 30 T, Bandung: Irsyad Baitus Salam, 1996. Hal:16
[12] Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Darimi dari Abu Umamah Al Bahili r.a
[13] HR. Bukhari.
[14]. Abdul Fattah Jalal, Min al-Usuli al-Tarbawiyah fi al-Islam, Mesir: Darul Kutub Misriyah, 1977. Hal: 32.
[15] Rasyid Ridho, Tafsir al-Manar, Mesir: Dar al-Manar, 1373 H. Hal: 42.
[16] Syed Muhammad Naquib al-Attas, Konsep Pendidikan Dalam Islam. Bandung: Mizan, 1988. Hal: 12.

[17] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: Rosda Karya, 1992. Hal: 5

Article Top Ads

Central Ads Article 1

Middle Ads Article 2

Article Bottom Ads