Pengertian Ilmu Faroid (Ilmu Pembagian Warisan) [ 1 ]
Ilmu Faroidh ( ilmu yang membahas tentang warisan ), merupakan salah satu disiplin ilmu syari’at yang sangat mulia, yang Allah sendiri berkenan menjelaskannya secara langsung dan jelas dalam Al –Qur’an
Banyak nash hadits yang menganjurkan dan menjelaskan keutamaan mempelajari ilmu tersebut, dengan tujuan yang jelas yaitu agar hukum dan syari’at Allah tetap tegak, Nabi saw bersabda :
تعلموا الفرائض و علموها فانها نصف العلم و هو ينسي و هو أول شيء ينزع من أمتي
Artinya : “ pelajarilah ilmu Faroidh dan ajarkanlah, karena ilmu faroidh merupakan separuh ilmu dan ia akan dilupakan dan ia ilmu yang pertama kali dicabut dari umatku “ ( HR. Ibnu Majah dan Daru Quthni )
Ma’na Faroidh :
Faroidh adalah bentuk jamak dari kata faridhoh dan berasal dari kata al fardh yang artinya bagian atau jatah, sebagaimana hadits dari Ibnu ‘Abbas :
ألحقوا الفرائض بأهلها فما بقي فهو لأولي رجل ذكر
Artinya : “ Berikan warisan kepada yang berhak, jika masih tersisa maka harta itu untuk keluarga lelaki terdekat “ ( HR. Bukhori dan Muslim )
Sedangkan Ilmu Faroidh yang juga biasa disebut dengan ilmu Mawaariits atau ilmu Miraats, menurut pengertian syar’i ialah ilmu yang mempelajari tentang siapa yang berhak mewarisi dan siapa yang tidak berhak, serta bagian dari setiap ahli waris
Beberapa Istilah dalam ilmu Faroidh :
Ada beberapa istilah penting yang sering dipakai dalam pembahasan ilmu Faroidh, diantaranya :
1. Fardh, bentuk jamaknya Furudh, yang artinya bagian atau jatah yang sudah ditetapkaan berdasarkan syari’at
2. Ash-haabul Furudh, yaitu golongan yang pertama kali/yang paling berhak mendapatkan bagian harta warisan. Merekalah fihak yang bagiannya telah ditentukan dalam Al-Qur’an, As-Sunah dan Ijma’
3. ‘Ashabah, adalah pewaris harta yang dalam Al-Qur’an tidak ditetapkan bagiannya secara khusus dengan jumlah tertentu. Dan mereka inilah fihak yang hanya menerima harta yang tersisa setelah harta waris dibagikan kepada Ash-haabul Furuudh
4. Waarits, yaitu ahli waris ialah setiap yang berhak menerima harta warisan, baik dari Ash-haabul Furuudh atau ‘Ashabah
5. Miraats, yaitu berpindahnya hak kepemilikan dari orang yang meninggal kepada ahli warisnya yang masih hidup
6. Tarikah, ialah segala sesuatu yang ditinggalkan pewaris ( muwarrits ) untuk ahli waris ( waarits ) berupa harta warisan ( mauruuts ), yang biasanya juga disebut dengan miraats atau turaats atau irth
7. Ashl, bentuk jamaknya ushuul, ialah bapak, ibu, kakek, nenek dan seterusnya ke atas
8. Far’, bentuk jamaknya furuu’, ialah anak dan kebawahnya
9. Hawaasyi, bentuk jamak dari haassyiyah, ialah cabang dari ashl, seperti saudara laki-laki atau saudara perempuan dari mayit atau anak saudaranya, atau paman dari fihak bapak dan putra-putra pamannya
10. Kalaalah, ialah mayit yang tidak mempunyai anak dan bapak
Kewajiban yang terkait dengan tarikah/harta peninggalan :
Hak-hak yang harus ditunaikan terkait dengan harta peninggalan seorang yang meninggal adalah :
1. Biaya perawatan jenazah
2. Utang piutang
3. Wasiat, dengan batasan maksimal sepertiga
4. Warisan
Tingkatan Ahli Waris :
Warisan diberikan kepada ahli waris berdasarkan urutan tingkatannya ( kepada tingkat pertama , kedua dan berikutnya ), bila tingkat pertama tidak ada , baru kepada tingkat yang berikutnya
Berikut ahli waris berdasarkan urutan dan derajatnya :
1. Ash-habul Furudh, golongan inilah yang pertama diberi bagian harta warisan sebelum yang lainnya, yaitu mereka yang ditetapkan Al-Qur’an, As-Sunnah dan Ijma’ mendapatkan bagian dari harta waris dengan jumlah tertentu. Mereka ada dua belas orang ; 4 laki-laki dan 8 perempuan, yaitu :
a. Bapak, Kakek keatas, Suami dan Saudara laki-laki seibu
b. Istri, Anak perempuan, Saudari kandung, Saudari seayah, Saudari seibu, Putri anak laki-laki, Ibu dan Nenek keatas
2. ‘Ashabah An-Nasabiyah, setelah ash-haabul furuudh, golongan inilah yang mendapat giliran ke dua untuk mendapatkan bagian dari harta warisan, yaitu kerabat yang mempunyai hubungan nasab dengan mayit yang berhak mengambil seluruh harta waris bila sendiri, dan berhak mendapatkan sisa harta waris setelah dibagi kepada Ash-habul Furuudh. Dan mereka ada 3 kelompok :
a. ‘Ashabah Bin-nafsi ( laki-laki ), mereka ialah :
1. Fihak Anak, yaitu Anak kebawah
2. Fihak Bapak, yaitu Bapak keatas
3. Fihak Saudara, yaitu Sudara kandung, Saudara sebapak, Anak paman kandung, Anak paman sebapak kebawah
4. Fihak Paman, yaitu Paman kandung, Paman sebapak, Anak paman kandung, Anak paman sebapak kebawah
b. ‘Ashabah Bil Ghoiri ( Perempuan ), mereka ialah :
1. Anak putri, apabila mempunyai saudara laki-laki
2. Putri anak laki-laki, apabila mempunyai saudara laki-laki
3. Saudari kandung, apabila mempunyai saudara laki-laki
4. Saudari sebapak, apabila mempunyai saudara laki-laki
c. ‘Ashabah Ma’al Ghoiri, yaitu Saudari-saudari kandung atau sebapak, apabila pewaris mayit mempunyai putri dan tidak mempunyai putra
3. Dikembalikan ke Ash-habul Furuudh/penambahan jatah bagi Ash-habul Furudh ( selain suami istri )
Apabila harta warisan yang telah dibagikan kepada Ash-haabul Furuudh dan ‘Ashabah diatas masih juga tersisa, maka sisa tersebut diberikan/ditambahkan kepada Ash-habul Furuudh selain suami istri ( sesuai dengan bagian masing-masing ), hal tersebut dikarenakan hak waris suami istri disebabkan adanya ikatan pernikahan, sedangkan hak waris bagi Ash-habul Furuudh selain suami istri disebabkan karena nasab, yang karenanya lebih berhak dibandingkan yang lainnya
4. Uulul Arhaam/kerabat, yaitu kerabat mayit yang ada kaitan rahim – dan tidak termasuk Ash-habul Furuudh dan juga bukan ‘Ashabah -, seperti paman dan bibi dari fihak ibu, bibi dari fihak ayah.
Apabila amayit tidak mempunyai kerabat sebagai Ashaabul Furuudh maupun ‘Ashabah, maka para kerabat yang masih mempunyai ikatan rahim dengannya berhak mendapatkan waris, berdasarkan firman Allah :
و أولوا الأرحام بعضهم أولي ببعض
Artinya : “ Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak ( waris mewarisi ) “ ( QS. 33 : 6 )
Dan sebagaimana sabda Rasulullah saw :
الخال وارث من لا وارث له
Artinya : “ Paman dari fihak ibu adalah pewaris bagi yang tidak mempunyai ahli waris :” ( HR. Ahmad, Abu Daud, Nasai, Ibnu Majah , Hakim dan Ibnu Hibban )
5. Dikembalikan/ditambahkan kepada bagian suami istri
6. ‘Ashabah karena sebab, ada beberapa bentuk yang disebut dengan ‘Ashabah karena sebab :
a. Orang yang memerdekakan budak, tetapi untuk bagian ini tidak ada lagi pada masa kini
b. Orang yang diberikan wasiat lebih dari sepertiga harta warisan ( selain ahli waris )
c. Baitul Maal, Rasulullah saw bersabda :
الله و رسوله مولي من لا مولي له
Artinya : “ Allah dan Rasul-Nya merupakan maula bagi yang tidak mempunyai maula “, maksudnya ialah pewaris bagi yang tidak mempunyai ahli waris ( HR. Ahmad dan yang lainnya).
Baca :
Genrerating Link.... 15 seconds.
Your Link is Ready.