Kemurahan Rasulullah SAW
Sahabat Bilal radhiyallu’anhu mengumandangkan adzan dengan merdu, sehingga para sahabat lainnya menghentikan kegiatannnya dan cepat-cepat mengambil air wudhu kemudian bergegas ke Masjid Nabawi. Mereka memasuki masjid dan langsung melaksanakan shalat sunnah tahiyatul masjid. Usai mengerjakan shalat sunnah, mereka duduk rapi berderet-deret, sehingga tidak ada satupun yang kosong.
Menunggu Rasulullah SAW datang untuk mengimami shalat fardhu, para sahabat ada yang berzikir adapula yang membaca Al-Qur’an yang mereka hafal. Intinya mereka sudah siap lahir batin untuk menghadap Allah SWT, begitulah tertibnya para sahabat mematuhi perintah Rasul-Nya, sehingga keadaan di masjid Nabawi kala itu begitu syahdu, tentram, dan menyenangkan.
Bilal beberapa kali menengok ke kiri, ke jendela dan pintu rumah Rasulullah yang bersebelahan dengan masjid. Hal ini semata-mata untuk meyakinkan bahwa beliau memang sedang akan pergi ke masjid, tetapi ada sesuatu hal, sehingga agak terlambat. Mereka tetap berperasangka baik, bahwa Rasulullah tetap akan ke masjid meski ada kemungkinan di dalam rumah beliau sedang melakukan sesuatu, sehingga kedatangannya agak terlambat.
Namun lama ditunggu, Rasulullah belum muncul juga. Biasanya bila terdengar adzan dari Bilal, beliau akan segera hadir ke masjid. Selain kamar beliau bersebelahan dengan masjid, sehingga tidak memperlukan banyak waktu untuk melangkah ke masjid. Hanya kali ini terasa agak lama para sahabat menunggu Rasulullah datang. Ada apa?
Ternyata, sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Jabir radhiyallahu’anhu, Rasulullah tidak segera pergi ke masjid dikarenakan beliau tidak memiliki gamis (baju panjang) untuk shalat, sebagaimana kita tahu bahwa kelengkapan shalat adalah menutup aurat secara ma’ruf, yaitu lengkap dari atas hingga bawah. Kita mungkin heran, bagaimana seorang pemimpin dari beratus-ratus sahabat tidak memiliki baju? Tentu saja hal seperti ini sekarang ini musykil, tetapi untuk Rasulullah terjadi. Hal ini semata-mata karena sifatnya pemurah kepada sesamanya.
Dalam hadits Jabir itu disebutkan bahwa ketika Rasulullah sedang duduk-duduk, datanglah seorang anak kecil, dan berkata kepadanya, “Ibuku memohon kepada Tuan agar ia diberi gamis.”
Beliau menjawab: “Tunggulah sampai barang itu ada dan kamu boleh datang kembali.” Anak kecil tersebut lalu pulang ke rumahnya dan menceritakan perkataan Rasulullah kepada ibunya. Kemudian ibunya berkata, “Kembalilah kamu pada Rasulullah, lagi katakan kepada beliau bahwa ibu meminta gamis yang dipakainya.”
Maka anak itu datang lagi menghadap Rasulullah dan menceritakan permohonan ibunya. Mendengar hal itu, Rasulullah masuk kamarnya, menanggalkan gamis yang dikenakannya, dan memberikannya kepada anak kecil itu, lalu beliau duduk tanpa baju gamis. Pada waktu itulah Bilal mengumandangkan adzan dan bersama para sahabat sedang menanti kedatangan Nabi SAW.
Setelah kejadian itu diketahui para sahabat, barulah salah satu mereka memberikan baju kepada Nabi SAW.
Sifat pemurah (al-karam atau karim) adalah membelanjakan harta kekayaan untuk perkara yang besar manfaatnya atau besar kepentingannya atau memberikan harta untuk kebaikan dan kebaktian. Sifat al-karam adalah satu satu dari akhlak Rasulullah, sebagai fitrah dan pendidikan langsung Allah azza wa jalla serta bimbingan dari kitab suci Al-Qur’an.
Disebutkan di dalam Al-Qur’an: “Kamu sekali-kali tidak sampai pada kebaktian (yang sempurna). Sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu naskahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahui. – QS Ali Imran (3): 92. Dan masih banyak ayat “al-karim” lainnya, seperti Al-Baqarah (2): 245, Al-Baqarah (2): 254, Al-Baqarah (2): 261, Ath-Thagabun (64): 17, Ali Imran (3): 180, At-Taubah (9): 34-35, dan Al-Hasyr (59): 9.
Masih banyak lagi cerita tentang kemurahan Rasulullah, masih berkisar dengan baju. Seorang wanita datang kepada Rasulullah, membawa baju dan berkata: “Wahai Rasulullah, aku ingin menghadiahkan baju ini untukmu.”
Rasulullah menerima baju tersebut dan memakaianya. Pada saat itu, memang beliau sedang memperlukannya, kemudian salah seorang sahabat yang mengetahuinya,
berkata: “Wahai Rasulullah, alangkah bagusnya baju ini. Berikanlah kepadaku!”
Beliau menjawab: “Ya, baiklah.”
Setelah Rasulullah pergi dari tempat tersebut, sahabat yang lain menegur orang yang meminta baju itu.
Mereka berkata: “Sesungguhnya kamu mengetahui bahwa Rasulullah SAW memperlukan baju itu, dan bila ada seseorang yang meminta sesuatu, beliau tidak akan menolaknya.”
Begitulah sifat pemurah Rasulullah SAW yang seharusnya kita teladani.
Genrerating Link.... 15 seconds.
Your Link is Ready.