Iklan

Sejarah Perang Dingin (Cold War), Kronologi Terjadinya Hingga Berakhirnya

Tahukah anda apa itu perang dingin?. Perang Dingin adalah istilah yang merujuk kepada persaingan yang berkembang sesudah Perang Dunia II. Persaingan itu terjadi antara kelompok negara komunis (Blok Timur) yang diwakili Uni Soviet dengan negara nonkomunis (Blok Barat) yang diwakili Amerika Serikat. Perang Dingin menekankan pada persaingan memperebutkan hegemoni dalam bidang ideologi, politik, dan ekonomi. Selain itu, perang dingin juga ditandai oleh adanya perimbangan persenjataan nuklir dan personil militer serta teknologi ruang angkasa antara dua negara adidaya, Amerika Serikat dan Uni Soviet. 

perang dingin
via kompas.com

Asal Mula Sebutan Perang Dingin (Cold War) 

Mengenai asal usul pemberian istilah "Perang Dingin" sendiri masih banyak diperdebatkan. Istilah tersebut secara hipotesis pernah disinggung oleh George Orwell pada tahun 1945, meskipun tidak disinggung secara langsung pertikaian antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Politisi Amerika bernama Bernard Baruch mulai menggunakan istilah Perang Dingin pada bulan April 1947. Namun, istilah itu menjadi begitu umum dipakai ketika pada bulan September 1947, seorang jurnalis bernama Walter Lippmann menerbitkan sebuah seri tulisan dalam kolom surat kabar (dan juga buku) mengenai ketegangan hubungan Amerika Serikat dan Uni Soviet dengan judul The Cold War

Kronologi Perang Dingin 

Benih-benih Perang Dingin mulai tumbuh pada masa setelah berakhirnya Perang Dunia Il pada bulan Agustus 1945, yang ditandai oleh tegangnya hubungan antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Keberhasilan pasukan Sekutu membebaskan negara-negara di Eropa dari pendudukan Jerman telah mendorong Uni Soviet melancarkan serangan terhadap negara-negara Eropa Timur yang diduduki Jerman. Tampaknya Uni Soviet harus berpacu dengan Sekutu agar memperoleh daerah pengaruh apabila Perang Dunia II berakhir. 

Masalah inilah yang menjadi pemicu timbulnya keretakan antara negara-negara Eropa yang berada di bawah pengaruh Amerika Serikat dan yang berada di bawah hegemoni Uni Soviet, Ketegangan makin berkembang setelah Uni Soviet menduduki negara-negara Baltik seperti Latvia, Estonia, dan Lithuania, yang merupakan wilayah Polandia. Konflik antara Blok Barat yang dipelopori Amerika Serikat dengan Blok Timur yang dipelopori Uni Soviet dalam konteks Perang Dingin ini banyak menekankan pada aspek ideologi, ekonomi, dan politik dengan aksi-aksi militer yang terbatas. Istilah Perang Dingin ini seringkali digunakan untuk melukiskan persaingan perebutan pengaruh atas bangsa-bangsa di seluruh dunia. 

Para sejarawan belum mencapai kesepakatan tentang kapan dimulainya Perang Dingin. Namun, sebagian ada yang berpendapat bahwa pertemuan para pemimpin Sekutu dan Uni Soviet pada bulan Februari 1945 di Konferensi Yalta adalah awal dari Perang Dingin. Dalam konferensi tersebut, Joseph Stalin (pemimpin Soviet) secara terang-terangan menginginkan untuk menyebarkan ideologi komunis ke wilayah-wilayah Eropa Timur (berhasil diterapkan) dan berhasrat untuk menyebarkannya ke Perancis dan Italia. 

kenferensi Yalta
Konferensi Yalta via ladiestory.id

Seperti telah disebutkan di atas, istilah perang dingin merujuk kepada persaingan antara kelompok negara komunis dan nonkomunis. Dalam konteks pengertian tersebut, negara komunis seperti Uni Soviet beserta sekutunya disebut Blok Timur, sedangkan kelompok negara demokrasi seperti Amerika dan aliansinya disebut Blok Barat. Pergulatan antara kedua blok itulah yang dimaksud dengan Perang Dingin karena tidak sampai menjadi perang "panas" dalam skala yang luas. Oleh karena itu, dalam konteks global, istilah Perang Dingin menjadi begitu populer karena perlawanan secara langsung ternyata tidak pernah terjadi antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Namun, dalam hal ini "perang" dapat dilihat pula dalam bentuk perlombaan teknologi senjata yang meliputi: 
  • pengembangan nuklir dan senjata konvensional, 
  • jaringan aliansi militer, 
  • perang ekonomi dan embargo perdagangan, 
  • propaganda, 
  • spionase (memata-matai, pengintaian, dan penyadapan), dan 
  • perang tanding jarak jauh (proxy wars).
Perang Dingin ditandai oleh sikap ketidakpercayaan, kecurigaan, dan kesalahpahaman antara Blok Barat dan Blok Timur. Keadaan tersebut mendorong ketegangan kian bertambah dan dikhawatirkan akan menjurus pada terjadinya perang dunia ketiga. Amerika Serikat dituduh menjalankan politik imperialisme untuk memengaruhi dunia, sementara Uni Soviet dianggap melakukan perluasan hegemoni atas negara-negara demokrasi melalui ideologi komunisnya. 

Siklus Perang Dingin mengalami serangkaian pasang-surut ketegangan. Meskipun masih banyak diperdebatkan, namun banyak kalangan sejarawan memperkirakan sekitar tahun 1947 sebagai periode dimulainya Perang Dingin hingga masa bubarnya Uni Soviet pada 25 Desember 1991. 

Strategi politik yang dikembangkan Amerika Serikat dalam Perang Dingin adalah "menahan laju komunisme” (containment of communism) yang diusung oleh Uni Soviet. Langkah strategis yang dilakukan Amerika Serikat yaitu dengan memberikan bantuan ekonomi dan militer bagi negara-negara Eropa melalui Truman Doctrine (Doktrin Truman) pada tahun 1947. Doktrin Truman merupakan reaksi keras Amerika Serikat atas Uni Soviet yang mengancam Yunani dan Turki lewat pidato Stalin pada tahun 1946. Amerika Serikat memandang bahwa pidato tersebut adalah pernyataan perang ideologis terhadap Blok Barat. 

Selain Doktrin Truman, Amerika Serikat juga mengeluarkan program yang dikenal dengan nama Marshall Plan. Program ini bertujuan untuk membangun kembali Eropa yang rusak akibat Perang Dunia II dan telah menyebabkan rapuhnya perekonomian. Amerika Serikat menyadari bahwa kondisi ini merupakan jalan mudah bagi komunisme untuk mengembangkan hegemoninya. Oleh karena itu, bantuan Amerika Serikat terhadap Negara-negara Eropa juga memiliki muatan persaingan ideologi yang kuat sebagai upaya menandingi Uni Soviet. 

Di samping itu, pada 4 April 1949 Amerika Serikat membentuk Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO = North Atlantic Threaty Organization) yang bertujuan untuk membendung ideologi komunis. Berdirinya NATO mendorong Uni Soviet untuk mendirikan pakta militer tandingan pada tahun 1955 yang diberi nama Pakta Warsawa. 

NATO
Perundingan NATO doc. via titiknol.co.id

Konflik Amerika Serikat dan Uni Soviet dalam perkembangannya bukan hanya pada kepentingan ideologi saja, namun juga menyentuh pada perlombaan teknologi senjata perang. Pada tahun 1962, misalnya, isu senjata nuklir menghangat ketika terjadi Krisis Teluk Babi di Kuba. Krisis dipicu oleh tindakan Uni Soviet yang meletakkan senjata nuklirnya di Teluk Babi, Kuba, sehingga membuat gelisah Amerika Serikat. Selama krisis Kuba inilah muncul kekhawatiran bahwa dunia tengah mendekati masa perang dunia ketiga atau perang nuklir. 

Namun, pada tahun 1970-an berbagai peristiwa yang menyangkut hubungan antarnegara di dunia mulai membaik. Ketegangan dalam Perang Dingin pun mulai semakin berkurang setelah diadakannya perjanjian empat kekuatan di Eropa pada 3 September 1971. Empat kekuatan tersebut yaitu Uni Soviet, Amerika Serikat, Prancis, dan Inggris. 

Ketegangan kembali meningkat ketika Uni Soviet menginvasi Afghanistan pada tahun 1979. Hal ini menjadi sebuah tanda makin "dinginnya” kembali hubungan Uni Soviet dan Amerika Serikat setelah dilakukannya pengurangan ketegangan (Detente) pada tahun 1970-an. Invasi Uni Soviet ke Afghanistan pada tahun 1979 dalam upayanya mendukung embrio rezim komunis di negara itu telah menyebabkan munculnya huru-hara dan merebaknya aksi boikot terhadap Olimpiade Moskow tahun 1980 oleh banyak negara Barat.

Invasi tersebut telah memunculkan situasi konflik yang berlarut-larut. Ditambah lagi dengan diadakannya pengembangan senjata misil nuklir SS-20 yang dimulai sejak tahun 1977 oleh Uni Soviet yang telah membuat khawatir NATO. Oleh karena itu, pada tahun 1979 diadakan penandatanganan persetujuan SALT I (Strategic Arms Limited Task atau pembatasan persenjataan strategis) dan SALT II. Kedua persetujuan ini bertujuan menekan penggunaan senjata misil nuklir untuk kepentingan perang. 

Di samping melakukan penekanan, juga dilancarkan ancaman akan mengembangkan 500 misil peluncur Pershing II di Jerman Barat dan Belanda jika negoisasi tidak berjalan sukses. Negoisasi ternyata menemui kegagalan. Rencana untuk mengembangkan misil Pershing II semakin menguat dan telah memunculkan makin meluasnya pertentangan dan opini publik seluruh Eropa. Hal ini telah memunculkan aksi demonstrasi besar-besaran di beberapa negara Eropa. Pershing II dikembangkan di Eropa sejak Januari 1984 dan mulai ditarik mundur pada awal Oktober 1988. 

Pada tahun 1985, Mikhail Gorbachev terpilih sebagai pemimpin Uni Soviet. Pada tahun itu pula terjadi sebuah kejutan ketika Presiden Amerika Serikat, Ronald Reagan, bertemu dengan Gorbachev di Jenewa (Swiss). Kemudian pada tahun 1986 di Reykjavik (Islandia) yang dilanjutkan dengan diskusi tentang penimbangan kembali kelanjutan penyimpanan senjata misil. Pembicaraan tersebut menemui kegagalan. Presiden Ronald Reagan pun memberikan peringatan akan meningkatkan kemampuan persenjataan balistiknya. 

Ronald Reagan dan Michail Gorbachev
Ronald Reagan dan Michail Gorbachev di Jenewa via wikimedia.org

Pada akhirnya, peringatan Reagan tersebut membawa pengaruh terhadap sikap Mikhail Gorbachev untuk melakukan persetujuan pembatasan nuklir balistik pada tahun 1987. Dampak dari perjanjian ini telah membuat Uni Soviet mengurangi kekuatan angkatan perangnya di Eropa Timur. Selain itu, Uni Soviet juga mulai memusatkan pembenahan ekonomi (perestroika) dan kehidupan politik dalam negeri yang demokratis dengan mulai membuka hubungan kerja sama dengan Barat (glasnost) .

Para sejarawan Barat ada yang berpendapat bahwa salah satu penyebab utama keruntuhan Uni Soviet adalah krisis keuangan besar-besaran yang banyak dihabiskan untuk kepentingan teknologi militer. Usaha NATO dalam meningkatkan persenjataannya pada tahun 1980-an telah menuntut Uni Soviet untuk berupaya mengimbangi NATO. Upaya dilakukan dengan menekankan pengeluaran negara untuk kepentingan militer yang pada akhirnya telah menimbulkan gangguan dan kebangkrutan terhadap perekonomian Uni Soviet. Kondisi itu tentu telah menyulitkan Uni Soviet untuk mengimbangi Blok Barat. 

Dalam satu dasarwarsa, Uni Soviet juga tidak mampu mengimbangi Amerika Serikat dalam bidang komputerisasi teknologi militer. Uni Soviet dikritik telah mengorbankan perekonomian rakyat yang sudah melemah hanya demi mencapai ambisinya. Berdasarkan kritik-kritik tersebut, perlombaan senjata baik nuklir maupun konvensional dianggap terlalu berlebihan jika melihat perekonomian Uni Soviet pada masa itu. 

Pada kenyataannya, Gorbachev sendiri mengatakan bahwa menghabiskan pengeluaran untuk pertahanan negara merupakan alasan utama mereformasi Uni Soviet. Ia mengatakan "Saya rasa kita semua telah kalah dalam Perang Dingin, terutama Uni Soviet yang telah merugi $10 trilyun". Berdasarkan alasan ini pula, Ronald Reagan menganggap bahwa eskalasi perlombaan senjata dalam Perang Dingin secara tidak langsung telah berakhir. Antara tahun 1985 hingga 1991 sendiri dianggap sebagai masa berakhirnya Perang Dingin. Dengan demikian, berakhirnya Perang Dingin ini dalam perkembangannya menjadi tanda berakhirnya ideologi komunis yang selama ini didominasi oleh kekuasaan Uni Soviet.

Itulah sekilas tentang Perang Dingin. Di satu sisi, terjadinya perang dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet memang sempat menimbulkan kekhawatiran akan meluasnya konflik di dunia. Namun di sisi lain, telah melahirkan era baru dalam perkembangan iptek. Selain perlombaan senjata, eksplorasi ruang angkasa menjadi salah satu bagian dari persaingan dalam Perang Dingin. Hal ini mendorong para ahli untuk mengetahui lebih jauh tentang keadaan di luar bumi. Berbagai sarana dan prasarana penelitian ruang angkasa juga dikembangkan manusia demi menjawab keingintahuan mereka mengenai luasnya jagad raya yang fana ini. Baca: Perkembangan Iptek Pada Masa Perang Dingin (1947-1991)

Article Top Ads

Central Ads Article 1

Middle Ads Article 2

Article Bottom Ads