Awal Mula Penemuan Atom Sebagai Senjata Perang (Bom Atom)
Mengutip dari laman wiktionary.org, pengertian bom atom adalah bom yang ledakannya terjadi karena pelepasan energi atom yang dihasilkan dengan pemecahan inti suatu unsur kimia yang berat (misal uranium atau plutonium) dengan neutron dalam suatu reaksi berantai yang sangat cepat. Sumber lain juga menyebutkan bahwa Bom atom adalah senjata nuklir yang ledakannya dari proses reaksi fisi, dan energinya diproduksi dari inti atom.
via pixabay |
Menilik dari sejarahnya, atom pertama kali ditemukan oleh filsuf Yunani bernama Democritos pada abad ke-3 sebelum Masehi. Menurut Democritos, istilah atom berasal dari bahasa Yunani, atomos, yang berarti benda terkecil yang sudah tidak bisa dipecah-pecah lagi. Ia juga menyatakan, bahwa alam semesta terbuat dari kehampaan dan atom. Anggapan ini kemudian disetujui dan disempurnakan oleh para ahli sains modern, seperti John Dalton, Gay Lussac, dan Avogadro.
Wacana tentang atom semakin mencuat ketika seorang ahli fisika berkebangsaan Inggris, J.J. Thompson pada tahun 1898 berhasil mengidentifikasi susunan atom. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa atom terdiri dari sebuah inti atau nuklir dan beberapa elektron yang mengitarinya pada orbit tertentu. Inti atom tersusun atas proton dan neutron. Inti itu bermuatan positif, sedangkan elektron yang mengelilinginya bermuatan negatif.
Riset pengembangan atom semakin meningkat ketika seorang sarjana Jerman, Max Karl Ernastludwig Planck — berdasarkan rumus Teori Relativitas Albert Einstein — mengemukakan bahwa ada energi laten (tersembunyi) dalam atom. Puncak riset tentang atom terjadi ketika Leo Szilard pada tahun 1935 menyatakan "Tiba-tiba saya berpikir, kalau kita dapat menemukan suatu unsur yang dipecah oleh neutron-neutron yang akan melepaskan dua neutron ketika neutron tersebut menyerap satu neutron, maka unsur seperti itu jika dikemas dalam massa yang cukup besar akan dapat menunjang suatu reaksi nuklir berantai". Karena ketiadaan sarana yang menunjang di Inggris, maka teori dan eksperimen Szilard mengalami kegagalan.
Setahun sebelum Szilard melontarkan teorinya, seorang fisikawan Amerika Serikat (pelarian dari Italia) bernama Enrico Fermi telah mengungkapkan suatu penemuan yang membuka jalan ke arah penemuan baru. Penemuan tersebut mengungkapkan bahwa dalam inti atom tersimpan energi potensial atau tenaga sangat hebat yang masih tersembunyi. Hasil penelitian Fermi disangsikan oleh para pakar kimia dari Laboratorium Institut Kaisar Wilhelm di Berlin. Para pakar tersebut terdiri dari Lise Meitner, Otto Halm, dan Frits Strassman. Ketiganya mengulangi hasil riset Enrico Fermi. Hasil akhir disimpulkan bahwa Unsur-unsur aneh dalam transformasi uranium adalah isotop barium.
Kesimpulan ini masih menimbulkan pertanyaan. Ketika Meitner menghitung massa atom dari unsur baru yang terjadi itu, maka dapat diperoleh hasil bahwa massa atom uranium itu tidak sebanyak massa atom uranium sendiri. Lalu kemanakah hilangnya sisa massa tersebut?. Meitner lalu berkonsultasi dengan Otto Frisch dan menghasilkan sebuah kesimpulan, bahwa bagian massa uranium yang hilang dalam proses tersebut tentulah telah berubah menjadi tenaga atau energi. Kesimpulan ini didasarkan pada Teori Relativitas dari Albert Einstein.
Berdasarkan uraian tersebut, jelaslah bahwa hasil yang didapat dari pemboman sepotong logam uranium dengan neutron membuat para pakar menarik kesimpulan. Kesimpulan itu mengatakan, bahwa nucleus (inti) dari logam uranium telah terbelah menjadi dua unsur yang lebih ringan. Sedangkan sebagian energi luar biasa yang diperlukan untuk menyatukannya telah terlepas. Dengan demikian muncullah suatu teori, bahwa inti atom dari uranium dapat dipecah menjadi dua bagian kurang lebih sama dan dalam proses pemecahannya melepaskan sejumlah energi yang luar biasa besarnya.
Hasil riset para pakar dari Institut Kaisar Wilhelm di Berlin kemudian disampaikan kepada Niels Bohr, seorang pelopor ilmu fisika berkebangsaan Denmark. Melalui majalah Tinjauan Fisika, Niels Bohr berhasil menyebarkan informasi hasil riset tersebut hingga ke Amerika.
Hasil penemuan di bidang nuklir mendorong kekuatan-kekuatan internasional yang saling bertentangan pada waktu itu untuk menggunakannya sebagai senjata. Kekuatan yang dimaksud adalah fasisme versus demokrasi. Kalangan ilmuwan khawatir jika nuklir akan digunakan sebagai senjata oleh kekuatan fasisme pimpinan Jerman yang dikomandani oleh Adolf Hitler untuk melawan kekuatan demokrasi pimpinan Amerika Serikat. Oleh karena itu, George B. Pegram, pimpinan Universitas Colombia Amerika Serikat, atas desakan Leo Szilard dan Enrico Fermi menulis surat kepada Laksamana Hooper dari Angkatan Laut Amerika Serikat.
Isi surat memperingatkan tentang kemungkinan bahwa uranium akan digunakan sebagai bahan peledak yang berdaya ledak dahsyat. Szilard juga mendesak Dr. Alexander Sachs, seorang ahli ekonomi dan juga teman dekat Presiden Amerika Serikat FD. Roosevelt, serta menulis surat kepada presiden dengan mendesak Albert Einstein untuk menandatanganinya. Usaha Szilard ini dimaksudkan untuk memberitahukan kepada presiden tentang bahaya penggunaan uranium jika Jerman sampai memanfaatkannya sebagai senjata.
Einstein yang juga didesak oleh Szilard, pada awalnya enggan menanggapi untuk menandatangani surat tersebut. Namun, karena Einstein adalah orang Jerman keturunan Yahudi yang membenci dan sekaligus dibenci oleh kaum fasisme, akhirnya Einstein mengambil sikap tegas, dengan mengatakan bahwa "Kekuatan harus dihadapi dengan kekuatan." Einstein akhirnya mengirimkan surat kepada F.D. Roosevelt pada tanggal 2 Agustus 1939. Surat itu berisi informasi tentang lemahnya kekuatan Amerika Serikat karena hanya mempunyai sedikit sekali persediaan biji uranium. Sebaliknya, Jerman memiliki persediaan uranium jauh lebih banyak. Sudah tentu, pengembangan uranium milik Jerman tersebut telah membuat khawatir Amerika Serikat.
Einstein menyarankan kepada pemerintah Amerika Serikat agar mulai serius dengan masalah uranium tersebut. Einstein meminta kepada Presiden agar pemerintah mengadakan kontak permanen dengan para pakar fisika. Einstein juga menginformasikan bahwa sejenis bom baru berkekuatan sangat hebat dapat dibuat. Oleh karena itu, Amerika Serikat seharusnya mulai mendanai riset untuk mengembangkan senjata nuklir.
Pada tanggal 12 Oktober 1939, usulan Einstein ditanggapi oleh FD. Roosevelt. Presiden akhirnya membentuk Komite Uranium. Komite ini bertugas menyelidiki otensi atom uranium. Presiden menunjuk Lyman Briggs, Letnan Kolonel Gilbert Hoover dan Kolonel Keith Adamson sebagai anggotanya. Komite Uranium berada di bawah koordinasi Kantor Penelitian dan Pengembangan Sains yang dipimpin oleh Vannever Bush. Orang-orang yang duduk sebagai anggota kantor tersebut di antaranya adalah sebagai berikut:
- James B. Conant, Presiden Universitas Harvard
- Ernest Lawrence, pemimpin Laboratorium Sains Universitas California
- Enrico Fermi, ahli Fisika Italia
- Leo Szilard, ahli Fisika Hongaria
- Kenneth Bainbridge, Profesor Universitas Harvard
- Arthur Comtoton, Ketua Departemen Fisika Universitas Chicago.
- Karl Compton
Pada bulan Maret tahun 1941, para peneliti di Laboratorium Berkeley menemukan unsur-unsur kimia baru yang dapat dipakai sebagai bahan bom nuklir, selain uranium U-235. Unsur baru tersebut dalam unsur ke-94 disebut plutonium. Para ahli yang melakukan riset tersebut adalah Edwin M. Mc Millan dan Philip H. Abelson. Hasil penelitian kedua pakar tersebut dilanjutkan oleh Joseph Kenned, Arthur Wahl, dan Emilio Segre.
Bagi Amerika Serikat, plutonium merupakan bahan penting untuk membuat bom atom. Masalah utamanya adalah, bagaimana membangun sarana-sarana untuk melakukan hal itu. Guna memecahkan masalah tersebut, Vannever Bush kemudian menghadap kepada Presiden FD. Roosevelt dan Wakil Presiden Henry A. Wallace. Baca kelanjutannya: Sejarah Pembuatan Bom Atom Serta Hancurnya Kota Hiroshima dan Nagasaki
Genrerating Link.... 15 seconds.
Your Link is Ready.