Iklan

Sejarah Singkat Kesultanan Ternate dan Tidore

Ternate dan Tidore adalah nama dari dua kerajaan Islam bertetangga yang berdiri sejak abad ke-13 M. Kedua kerajaan besar tersebut terletak di sebelah barat Pulau Halmahera di Maluku Utara. Secara geografis, Ternate dan Tidore berada pada wilayah yang penting karena Kepulauan Maluku merupakan penghasil rempah-rempah terbesar di dunia. Oleh karena itu, Kepulauan Maluku mendapat julukan The Spicy Island (pulau rempah-rempah). 

Pada mulanya, di Maluku berdiri beberapa kerajaan kecil yang tergabung ke dalam dua kelompok, yaitu Uli Lima dan Uli Siwa. Kelompok Uli Lima (persekutuan lima bersaudara) dipimpin oleh Ternate dan beranggotakan Ternate, Obi, Bacan, Seram, dan Ambon. Adapun kelompok Uli Siwa (persekutuan sembilan bersaudara) dipimpin oleh Tidore dan beranggotakan pulau-pulau Makayan, Jailolo, Halmahera, dan pulau-pulau di dekat Papua. 

Kedua persekutuan itu sering kali terlibat perselisihan. Ketika Portugis datang ke Maluku, Ternate segera bersekutu dengan bangsa Portugis pada tahun 1512. Demikian juga ketika Spanyol, yang juga sedang bermusuhan dengan Portugis datang ke Maluku pada tahun 1521, maka segera bersekutu dengan Tidore.

istana ternate
Istana Ternate via unonews.id

Kerajaan Ternate, dengan ibu kotanya di Sampalu, pada akhir abad ke-15 berubah menjadi kerajaan Islam (kesultanan). Beberapa sumber menyebutkan bahwa tokoh yang berjasa dalam menyebarkan Islam di Ternate ialah Sunan Giri dari Gresik. Raja Ternate pertama yang beragama Islam ialah Sultan Marhum (1465-1485). Raja-raja berikutnya ialah Zainal Abidin, Sultan Sirullah, Sultan Hairun, dan Sultan Baabullah. 

Sementara di Tidore, menurut berita Portugis, agama Islam masuk sekitar tahun 1471. Penyebaran agama Islam di Tidore dilakukan oleh para pedagang Islam dari Gresik, Jawa Timur.

Setelah sepuluh tahun berada di Maluku, Portugis mendapatkan izin untuk membangun Benteng Santo Paolo dengan alasan untuk melindungi Ternate dari serangan Tidore yang dibantu Spanyol. Namun, Portugis kemudian melakukan monopoli perdagangan, ikut campur masalah dalam negeri Ternate, dan menyebarkan agama Katolik. Akibatnya, rakyat Ternate pun jadi membenci Portugis. 

Dengan tuduhan yang dicari-cari, gubernur Portugis di Maluku de Mesquite menangkap Sultan Hairun sehingga membangkitkan kemarahan rakyat Ternate. Benteng Portugis pun diserbu. Sultan Hairun kemudian dilepaskan dan diadakan perundingan. Keesokan harinya, 28 Februari 1570, ketika Sultan Hairun berkunjung ke benteng Portugis untuk menghadhri pesta peresmian perjanjian, ia dibunuh oleh kaki tangan Portugis. 

Kematian Sultan Hairun menyebabkan kemarahan rakyat Ternate. Di bawah pimpinan Sultan Baabullah (putra Sultan Hairun), rakyat menyerang dan mengepung Benteng Santo Paolo selama lima tahun. Akhirnya pada tahun 1575, Portugis menyerah dan diusir dari Ternate. Pada tahun 1578, Portugis menduduki Timor Timur. 

Sultan Baabullah berhasil meluaskan wilayahnya sampai antara Sulawesi dan Papua, serta pulau-pulau di antara Mindanao (Filipina Selatan) sampai Bima di Nusa Tenggara. Wilayahnya mencapai sekitar 72 pulau. la wafat pada tahun 1853 dan digantikan putranya, Sahid Berkat. 

Oleh karena rakyat Maluku sangat membenci Portugis, maka kedatangan Belanda di Maluku pada tahun 1605 disambut dengan baik. Dengan mudah Belanda mendapat izin untuk mendirikan pangkalan di Ambon Ternate, Tidore, dan Halmahera. Akan tetapi, pada masa berikutnya Belanda melaksanakan aturan-aturan monopoli yang lebih berat daripada Portugis sehingga muncullah perlawanan rakyat terhadap Belanda dalam kurun 1635-1743. Namun, perlawanan itu dapat dipatahkan. 

istana tidore
Istana Tidore via wikipedia.org

Sementara di Tidore, Sultan Jamaluddin (1753-1779) naik tahta dengan mewarisi utang sebesar 50.000 ringgit. Karena tidak mampu membayar, ia dipaksa untuk menyerahkan Pulau Seram bagian timur kepada Belanda. Hal itu ditentang oleh Kaicil Badrus Zaman dan Kaicil Nuku. Belanda segera menangkap Sultan Jamaluddin dan Kaicil Badrus Zaman. Pimpinan perlawanan rakyat Tidore kemudian digantikan oleh Kaicil Nuku, yang dinobatkan sebagai Sultan Tidore (1780-1805). 

Kerajaan Tidore meraih puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Nuku. Pada masa itu, wilayah kekuasaan Tidore meliputi Pulau Seram, sebagian Halmahera, Raja Ampat, dan sebagian Papua. Bahkan di bawah kepemimpinannya, Sultan Nuku berhasil menyatukan Ternate dan Tidore untuk bersama-sama melawan Belanda yang dibantu Inggris. Belanda pun kalah dan akhirnya terusir dari Tidore dan Ternate. Setelah mangkat, ia digantikan adiknya, Sultan Zainal Abidin (1805-1810).

Article Top Ads

Central Ads Article 1

Middle Ads Article 2

Article Bottom Ads