Metode Linguistik Modern
Terkait dengan bahasa hal pertama yang harus dibahas adalah pemahaman bahasa itu sendiri. Nunan (2013), Ron Macaulay (2011) menyajikan tiga kategori konsep bahasa:
1) Konsep bahasa yang didasarkan pada posisi bahasa secara biologis
2) Konsep bahasa sebagai pola struktur yang kompleks dan berevolusi secara historis
3) Konsep bahasa sebagai praktik sosial dan sistem nilai yang sarat budaya
Cara pandang terhadap bahasa berimplikasi pada lahirnya berbagai metode penelitian linguistik, diantaranya:
A. Linguistik Komparatif
Linguistik komparatif yaitu metode yang mengkaji sekelompok bahasa yang berasal dari satu rumpun bahasa melalui studi komparatif. Linguistik komparatif merupakan metode linguistik modern yang paling lama. Studi komparatif itu mengacu pada adanya klasifikasi yang jelas terhadap bahasa sampai rumpun bahasa. Studi komparatif tentang bahasa Semit mencapai kecemerlangan pada periode waktu temuan peninggalan itu menampakkan bahasa klasik tulis pada prasasti-prasasti, yaitu bahasa Akadis di Irak, Arab Selatan di Yaman, dan Fenesia di pantai Syam (Syria). Di samping bahasa-bahasa Semit pada abad 20 ada bahasa Ugarit yang ditemukan di pantai Syam dengan kota Ra'susyamra pada tahun 1926.
Sesungguhnya studi komparatif itu mengkaji rumpun bahasa yang utuh. Oleh karena itu, linguistik Indo-Eropa bandingan dianggap sebagai salah cabang tersendiri dalam kajian bahasa.
Linguistik komparatif mengkaji bidang linguistik tersebut. Dari segi fonologi, ia membahas bunyi yang ada dalam bahasa-bahasa ini yang berasal dari rumpun bahasa yang sama dengan berupaya mencapai kaidah-kaidah yang berlaku umum yang dapat menafsirkan perubahan fonologis yang terjadi sepanjang zaman.
Dalam kajian fonologi bandingan, jelas bahwa perangkat bunyi berlangsung terus tanpa perubahan dalam semua rumpun bahasa yang sama. Misalnya, semua bahasa Semit memiliki bunyi ((الراء tanpa perubahan. Sebaliknya ada bunyi yang tunduk kepada perubahan yang jauh jangkaunnya. Misalnya, bunyi ((الضاد yang tersembunyi karena berlalunya waktu. Atas dasar itu kajian bunyi halq, ithbaq dan bilabial dalam bahasa Semit dianggap termasuk masalah fonologi bandingan dalam bahasa Semit. Yang demikian itu karena kajian ini berada dalam bidang fonologi dan dapat dilakukan dengan metode komparatif.
Adapun dari segi morfologi, linguistik komparatif mengkaji apa yang berkaitan dengan wazan, prefiks, sufiks, dan berbagai fungsinya. Oleh karena itu, kajian tentang dhamir (pronomina) termasuk kajian morfologi bandingan karena ia dalam ruang lingkup konstruksi kata dan dapat dilakukan dengan metode komparatif.
Dalam bahasa Semit, semantik bandingan mengkaji segala apa yang berkaitan dengan sejarah kata dan pengasalannya. kajian kata baru dan perubahan semantik yang terjadi padanya, juga termasuk semantik bandingan.
Aspek terapan semanatik bandingan adalah pengasalan entri bahasa dalam kamus, sedangkan pengasalan entri leksikal Arab dengan mengembalikannya ke asal kata dalam bahasa Semit.
B. Linguistik Deskriptif
Linguistik deskriptif mengkaji satu bahasa atau satu dialek secara ilmiah pada masa tertentu atau tempat tertentu. De Saussure menetapkan pengkajian satu bahasa dengan mengenali konstruksi fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantiknya. Menurutnya kajian ini berkaitan dengan tataran bahasa itu sendiri pada masa tertentu. Ini berarti bahwa kajian deskriptif tidak boleh mencampurkan pase waktu atau mencampurkan berbagai tataran.
Terbentuk beberapa mazhab yang berbeda-beda dalam teknik deskripsi bahasa. Akan tetapi mazhab-mazhab ini bertolak dari dasar-dasar yang dibentuk oleh De Saussure dan orang yang sesudahnya. Linquistik deskriptif menjadi dominan di kalangan kebanyakan orang yang berkecimpung dalam kajian bahasa di dunia sehingga sebagian orang berbicara tentang linguistik modern, yakni linguistik deskriptif. Seolah-olah metode itu merupakan satu-satunya metode baru dalam linguistik.
Kajian konstruksi fonologi bahasa Arab fusha pada abad 2 H, fonologi bahasa Arab modern, dan silabel dialek Aman termasuk kajian fonologi deskriptif. Adapun morfologi deskriptif mengkaji topik-topik seperti konstruksi fi'il (verba) dalam dialek Kairo, konstruksi isim (nomina) dalam bahasa Arab fusha modern, isytiqaq (derivasi) dalam Al-Qur'anul Karim, dan mashdar dalam syair Jahili. Ini adalah contah kajian yang mengkaji konstruksi kata pada salah satu tataran bahasa tertentu. Juga, masalah analisis konstruksi kalimat termasuk dalam linguistik deskriptif.
Di antara contoh-contoh konstruksi kalimat yang dikaji melalui metode deskriptif adalah jumlah ‘arabiyah syair Jahili, jumlah khabariyah Al-Qur'anul Karim, jumlah thalabiyah kitab Al-Ashma'i, jumlah syarthiyah orang-orang Hudzail, jumlah istifham, natsar (prosa) Arab modern. Dan dalam aspek leksikal juga ada ruang linqkup besar untuk menerapkan metode deskriptif. Ada kamus yang diterbitkan untuk tataran bahasa tertentu, seperti kamus Al-Qur'an. Sekarang dalam rangka penyusunan skripsi pada Fakultas Sastra Universitas Kairo, disiapkan kamus yang bertalian dengan penyair tertentu atau penulis tertentu dari para penulis dalam bahasa Arab. Itu merupakan usaha yang bertujuan mendaftar realita leksikal teks.
C. Linguistik Historis
Linguistik historis mengkaji perkembangan sebuah bahasa lewat beberapa masa atau dengan makna yang lebih akurat, ia mengkaji perubahan dalam sebuah bahasa sepanjang masa. Kebanyakan linguis modern lebih mengutamakan deskripsi apa yang terjadi itu sebagai perubahan. ada perbedaan antara pendapat yang mengatakan dialek akibat perubahan bahasa dan dialek akibat perkembangan bahasa.
Kajian bahasa bandingan memiliki ciri historis, tetapi ia berusaha menyusun tataran bahasa dan berbagai tataran yang berasal dari satu rumpun dengan susunan posisi pertama mementingkan bentuk dan tataran bahasa yang musnah. Dari tataran itu linguis dapat mengenali bentuk yang paling klasik; dari bentuk itu dapat diproduksi bentuk lainnya kegiatan ini disebut kegiatan historis bandingan.
Sebagian linguis menggambarkan linguistik historis bisa cukup dengan tahap yang kondusif dan paling klasik serta relatif paling dekat ke bahasa klasik. Akan tetapi kejelasan metodologis memberikan kemungkinan adanya kajian deskriptif tentang berbagai tataran bahasa lewat beberapa abad. hal itu memberikan kemungkinan agar kajian deskriptif yang banyak ini terintegrasi untuk membuka jalan di depan kajian bahasa secara historis.
Kajian tentang sejarah bahasa dari teks yang paling klasik yang terbukukan sampai sekarang. Kajian perubahan bunyi dalam bahasa Arab digolongkan kedalam beberapa bagian, yaitu:
1. fonologi historis; kajian bentuk jamak dalam bahasa Arab dengan menelusuri distribusinya dan persentase keumumannya dalam berbagai tataran bahasa lewat beberapa masa
2. sintaksis historis: kajian jumlah istifham, jumlah syarthiyah dan jumlah istitsna dalam bahasa Arab,dan
3. Leksikal deskriptif Kajian perubahan semantis dan penyiapan kamus yang berkaitan dengannya termasuk bidang linguistik yang paling penting. Kamus historis itulah yang merupakan kamus yang memberikan sejarah setiap kata dalam sebuah bahasa.
Ada banyak bidang kajian bahasa historis. Kajian ini tidak terbatas pada perubahan struktur bahasa dari aspek fonologi, aspek morfologi, aspek sintaksis, dan aspek leksikon, melainkan juga mengkaji tataran-tataran pemakaian bahasa di berbagai lingkungan dan perubahan yang demikian itu lewat segala zaman. Juga, ia mengkaji persebaran bahasa dan masuknya bahasa ke daerah-daerah baru dan mengkaji persebaran bahasa di daerah-daerah tertentu. Kajian gerakan pengaraban dari satu aspek kemudian persebaran bidang pemakaian bahasa Arab di sebagian daerah ini dianggap termasuk kajian bahasa historis.
D. Linguistik Kontrastif
Linguistik kontrastif merupakan cabang linguistik terbaru; ia lahir setelah perang dunia kedua. Linguistik kontrastif berdasar pada gagasan yang sederhana. Banyak orang yang mempelajari bahasa asing atau mengajarkannya telah memahaminya. Maka kesulitan yang dihadapi oleh pembelaiar bahasa asing yaitu perbedaan antara bahasa asing dan bahasa ibu.
Istilah bahasa ibu atau bahasa pertama digunakan pada bahasa tempat dibesarkannya seseorang. Istilah bahasa kedua menyatakan bahasa yang diperoleh manusia sesudah itu. Oleh karena itu, dalam kajian yang bertalian dengan pengajaran bahasa, istilah bahasa kedua digunakan pada bahasa asing, sedangkan dalam bidang pengajaran, istilah bahasa sasaran digunakan pada bahasa yang hendak dipelajari. Yang demikian itu kebalikan dari bahasa sumber, yaitu bahasa ibu atau bahasa pertama.
Linguistik kontrastif merupakan cabang linguistik terbaru Kita menghindari pemakaian kata muqaranah (komparasi) agar linguistik kontrastif tidak bercampur dengan linguistik komparatif. Linguistik komparatif membandingkan bahasa-bahasa yang berasal dari satu rumpun bahasa. Pada mulanya ia mementingkan pemakaian yang paling klasik dalam bahasa ini untuk sampai pada bahasa yang menghasilkan semua bahasa. Oleh karena itu, linguistik komparatif mempunyai tujuan historis yang berupaya mengungkap aspek dari masa lalu yang jauh.
Linguistik kontrastif tidak berurusan dengan perhatian historis; kajiannya mempunyai tujuan aplikatif dalam pengajaran bahasa. Kajian kontrastif itu mungkin ada di antara dua bahasa dari satu rumpun atau dua rumpun yang berbeda dengan tujuan bukan untuk mengenali asal-usul bahasa klasik, tetapi dengan tujuan mengenali perbedaan morfologis, pebedaan sintaktis, dan perbedaan leksikal antara dua sistem bahasa. Kajian kontrastif tidak terbatas pada kajian perbedaan antara dua bahasa, tetapi dapat juga antara dialek lokal dan bahasa fusha yang dicari.
Kesulitan yang terjadi dihadapi oleh para penutur dialek itu dalam upaya pemerolehan bahasa fusha pada mulanya diakibatkan oleh perbedaan antara dialek ini dan bahasa itu. Maka kesulitan yang dihadapi oleh para penutur Mesir dalam belajar bunyi bainal asnaniyyah (antardental), yaitu: (الثاء) ,(الذال) ,dan ((الظاء dalam bahasa fusha, kesulitan yang dihadapi oleh para penutur Irak dan Jazirah Arab dalam membedakan bunyi antara ((الضاد dan ((الظاء ,dan kesulitan yang dihadapi oleh sejumlah orang Palestina dalam membedakan bunyi antara ((القاف dan ((الكاف disebabkan oleh perbedaan antara dialek setempat dan bahasa fusha.
Kajian kontrastif tidak terbatas pada bidang fonologi, melainkan juga kajian kontrastif ini menyangkut morfologi, sintaksis, dan semantik. Struktur yang berbeda di antara kedua bahasa itu dan kata-kata yang berbeda semantiknya antara kedua tataran itu dapat dikenali melalui kajian kontrastif. Lalu pemecahan kesulitan ini adalah dengan memperhatikan keduanya dalam program pengajaran bahasa. Apabila bahasa pertama kehilangan bunyi-bunyi yang terdapat dalam bahasa kedua, maka harus diperhatikan latihan pengucapan terhadap bunyi-bunyi ini. Dan apabila sebagian kata dipakai dalam dialek setempat dengan semantik yang berbeda dengan bahasa sasaran, maka perlu diperhatikan latihan yang menielaskan makna yang tepat dalam bahasa sasaran.