Iklan

Sejarah Kesultanan Banten, Awal Berdiri, Kejayaan, Hingga Kemunduran

Kesultanan Banten adalah kerajaan Islam yang pernah berdiri di wilayah Banten, Indonesia. Keberadaannya berawal sekitar tahun 1526, ketika Syarief Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) dari Cirebon bersama putranya, Hasanuddin dibantu pasukan dari kesultanan Demak berupaya memperluas pengaruhnya ke kawasan pesisir barat Pulau Jawa. 

Demi merealisasikan hal itu, Sunan Gunung Jati bersama bala tentaranya berupaya untuk menaklukkan beberapa kawasan pelabuhan di pesisir barat pulau Jawa yang kemudian dijadikan sebagai pangkalan militer serta kawasan perdagangan sebagai antisipasi terealisasinya perjanjian antara kerajaan Sunda dan Portugis pada tahun 1522. 

Setelah berhasil menduduki wilayah Banten, Sunan Gunung Jati kemudian berkuasa di daerah tersebut. Adapun Cirebon diserahkan kepada putranya bernama Pangeran Pasarean. Namun setelah Pangeran Pasarean wafat, Sunan Gunung Jati menyerahkan Banten kepada putranya, Hasanuddin. Sedangkan Sunan Gunung Jati memilih untuk memerintah di Cirebon. Hasanuddin diangkat sebagai penguasa Banten pada tahun 1552 M.

Maulana Hasanuddin dikenal sebagai sultan pertama di Banten. Ia berhasil memperluas daerah kekuasaannya sampai ke Lampung sehingga Banten menjadi penguasa tunggal dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan di Selat Sunda. Untuk memperkuat kedudukannya, Hasanuddin juga menikah dengan putri Indrapura. Raja Indrapura kemudian menyerahkan sebidang tanah yang menghasilkan lada kepadanya. 

masjid Agung Banten
Masjid Agung Banten, dibangun pada masa Sultan Hasanuddin, via kompas.com

Pada masa itu, bandar Banten sering dikunjungi pedagang-pedagang asing dari berbagai negeri seperti Gujarat, Persia, Cina, Turki, Pegu (Burma Selatan), dan Keling. Banten pada masa ini mengalami perkembangan yang pesat sebagai pusat perdagangan dan penyebaran agama Islam. Bahkan Banten telah melepaskan diri dari Demak. Wilayah kekuasaan Banten saat itu meliputi Banten, Jayakarta, Kerawang, Lampung, Indrapura sampai Solebar. Sultan Hasanuddin wafat pada tahun 1570 M dan digantikan oleh putranya, Panembahan Yusuf. 

Sepeninggal ayahnya, Panembahan Yusuf berupaya memperluas wilayah kekuasaannya. Pada tahun 1579, kerajaan Hindu terakhir di Jawa Barat yaitu Pakuan Pajajaran berhasil ia taklukkan. Panembahan Yusuf wafat pada tahun 1580 M. la digantikan oleh putranya yang masih berusia 9 tahun, yakni Maulana Muhammad dengan gelar Kanjeng Ratu Banten Surosowan. 

Maulana Muhammad memegang tampuk kekuasaan dalam usia yang terlalu muda, sehingga pemerintahan kemudian dipegang oleh seorang mangkubumi hingga ia dewasa. Pada masa pemerintahan Maulana Muhammad ini, datanglah untuk pertama kalinya orang Belanda di Nusantara dipimpin oleh Cornelis de Houtman pada tahun 1596 M. 

Maulana Muhammad wafat dalam sebuah serangan ke Palembang saat ia mencoba menguasai Palembang pada tahun 1596. la kemudian digantikan oleh putranya bernama Abdul Mufakir yang baru berumur 5 bulan. Oleh karena itu, roda pemerintahan kemudian dipegang oleh seorang mangkubumi. Sultan Abdul Mufakir berkuasa penuh sebagai sultan Banten mulai dari tahun 1624 hingga tahun 1651 dengan Pangeran Ranamenggala sebagai patih dan penasehat utamanya.

Pada masa ini, Sultan Abdul Mufakir berupaya memajukan berbagai bidang seperti bidang pertanian, pelayaran, dan kesehatan. Selain itu, ia juga menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara lain. Namun sayangnya, kesultanan Banten mulai mengalami kemunduran karena semakin kuatnya blokade VOC yang sudah menguasai Batavia. Sepeninggal Sultan Abdul Mufakir, penggantinya adalah Abdul Fatah yang bergelar Sultan Ageng Tirtayasa. 

Sultan Ageng Tirtayasa (berkuasa tahun 1651-1682) merupakan raja terbesar Banten. la berupaya mengembalikan wilayah Priangan, Cirebon sampai Tegal ke tangan Banten. Sultan Ageng Tirtayasa juga berhasil memajukan perdagangan sehingga Banten berkembang menjadi bandar internasional yang dikunjungi oleh kapal-kapal Persia, Arab, Cina, Inggris, Prancis, dan Denmark. Akan tetapi, Sultan Ageng Tirtayasa sangat membenci VOC yang telah merebut Jayakarta dari Banten. Belanda pun selalu berupaya menjatuhkan Banten.

Ketika terjadi perselisihan antara Sultan Ageng Tirtayasa dengan putranya Abdul Kahar yang dikenal sebagai Sultan Haji, Belanda mengambil kesempatan untuk melancarkan politik adu domba (devide et impera). Sultan Haji meminta bantuan VOC dan terjadilah perang dengan Sultan Ageng Tirtayasa. Akhirnya, pada tahun 1682 Sultan Ageng Tirtayasa menyerah. la ditawan di Batavia hingga wafatnya pada tahun 1692. Setelah itu, Banten terus mengalami kemunduran dan akhirnya dikuasai sepenuhnya oleh Belanda pada tahun 1775.

Article Top Ads

Central Ads Article 1

Middle Ads Article 2

Article Bottom Ads