Kisah Syam'un As (Samson) dan Asal Muasal Malam Lailatul Qadar
Pada setiap bulan Ramadhan, ada satu malam istimewa yang memiliki keutamaan tersendiri. Bahkan kabarnya hanya orang-orang tertentu yang dapat merasakan kedatangan malam yang agung ini. Malam yang istimewa ini adalah malam lailatul qadar. Pada malam lailatul Qadar inilah Allah menurunkan kitab suci Al Qur'an. Allah juga menjelaskan dalam surat Al Qadr bahwa malam lailatul Qadar ini lebih baik daripada 1000 bulan.
Setiap umat Islam pasti berharap agar dapat dipertemukan dengan malam lailatul Qadar ini, sehingga dapat diisi dengan khusyu beribadah kepada Allah SWT. Dengan begitu maka kita akan mendapatkan keutamaan dari malam yang mulia ini. Terkait dengan malam lailatul Qadar yang dikatakan lebih baik daripada seribu bulan ini, ada satu riwayat yang menceritakan sebab turunnya surat Al Qadr, yakni surat dalam Al Qur'an yang menjelaskan mengenai malam lailatul Qadar beserta keutamaannya tersebut.
Dikisahkan pada suatu hari saat berada di bulan Ramadhan, Rasulullah SAW sedang berkumpul dengan para sahabatnya. Tiba-tiba Rasulullah terlihat tersenyum-senyum sendiri. Para sahabat pun penasaran dan kemudian bertanya :
"Apa yang membuat engkau tersenyum, Wahai Rasulullah!". Maka Rasulullah menjawab:
"Telah diperlihatkan kepadaku pada hari akhir (kiamat), yakni ketika semua manusia dikumpulkan di padang mahsyar. Tiba-tiba datang seorang Nabi yang tidak punya pengikut satupun dengan membawa pedang dan ia masuk ke dalam surga. Dialah Syam'un Al Ghazi."
Rasulullah pun kemudian bercerita kepada para sahabat mengenai kisah dari Nabi Syam'un ini.
Syam'un Al Ghazi (Samson) adalah seorang Nabi dari Bani Israil yang diutus di tanah Romawi. Sepanjang hidupnya, Syam'un telah memerangi kaum kafir yang menentang ketuhanan Allah SWT. Syam'un yang berambut panjang memiliki kemampuan dapat melunakan besi dan merobohkan istana. Dia juga memiliki senjata seperti pedang yang terbuat dari tulang rahang unta bernama Liha Jamal. Konon, dengan senjatanya ini ia dapat membunuh ribuan orang kafir. Dikisahkan setiap kali dia mengayunkan senjatanya kepada orang kafir, maka orang kafir tersebut akan mati seketika. Senjata ini memang ajaib, bahkan ketika Syam'un merasa haus dan lapar, maka dengan perantara senjatanya ini Allah memberikan makanan dan minuman kepadanya.
Dengan kekuatannya yang luar biasa ini, kaum kafir merasa tidak sanggup lagi untuk menandingi kekuatan Syam'un, maka mereka pun membuat strategi baru. Mereka membujuk istri Syam'un yang kafir agar mau diajak bekerja sama untuk membunuh Syam'un. Salah seorang dari mereka berkata kepada istri Syam'un:
"Kami akan memberimu uang dan harta yang sangat banyak jika engkau bersedia membunuh suamimu". Istri Syam'un menjawab:
"aku tidak mampu membunuhnya". Orang kafir itu berkata lagi kepada istri Syam'un:
"jika begitu, kami akan memberimu tali yang sangat kuat. Saat Syam'un tidur, ikatlah kedua tangan dan kakinya dengan tali itu, selanjutnya biarlah kami nanti yang akan membunuhnya".
Istri Syam'un yang kafir itu pun menyanggupi permintaan kaum kafir. Saat Syam'un sedang tidur, istrinya mengikat kedua tangan dan kaki Syam'un dengan tali pemberian dari kaum kafir. Saat Syam'un bangun, ia terkejut mendapati kedua tangan dan kakinya sudah dalam keadaan terikat tali yang sangat kuat. Syam'un pun bertanya kepada istrinya:
"Siapakah gerangan yang telah mengikatku?". Istrinya kemudian menjawab:
"akulah yang telah mengikatmu, sekadar untuk mencoba kekuatanmu saja", Rupanya istri Syam'un yang kafir itu sengaja menjawab demikian dengan pertimbangan bila ternyata suaminya nanti mampu melepaskan diri dari ikatan itu, maka hal itu tidak akan membahayakan dirinya. Benar saja, dengan satu ucapan doa, Syam'un dengan mudah dapat melepaskan tali yang mengikatnya itu.
Mengetahui rencananya gagal, kaum kafir menyusun siasat baru. Mereka memberi istri Syam'un rantai untuk mengikat kedua tangan dan kaki Syam'un. Mereka berharap dengan diikat dengan rantai maka Syam'un tidak akan berdaya. Istri Syam'un yang kafir kembali menyanggupi permintaan kaum kafir. Saat Syam'un tidur, kedua tangan dan kakinya kembali diikat oleh istri Syam'un yang kali ini menggunakan rantai. Saat Syam'un bangun, ia kembali bertanya kepada istrinya:
"Siapakah gerangan yang telah mengikatku?". Istri Syam'un menjawab:
"aku yang melakukan itu, sekadar untuk menguji kekuatanmu". Maka Syam'un pun lalu menarik tangannya, dan seketika dengan sekali hentakan rantai yang membelenggu tangan serta kakinya langsung terputus.
Karena penasaran, istri Syam'un kemudian bertanya kepada Syam'un:
"Kamu kan manusia, pasti suatu saat akan mati juga. Tapi apa dan bagaimana kelemahanmu?". Konon setelah berkali-kali dibujuk, akhirnya Syam'un membuka rahasia kekuatannya, ia berkata:
"Hai istriku, aku adalah Wali Allah. Tidak ada seorang pun yang sanggup menghancurkan kekuatanku. Kelemahanku yang sebenarnya adalah rambutku sendiri".
Syam'un memang memiliki rambut yang panjang, digambarkan bahwa ujung rambutnya akan menyentuh tanah saat ia berdiri. Setelah mengetahui kelemahan Syam'un, pada malam berikutnya saat Syam'un sedang tidur, istrinya memotong rambut Syam'un yang panjang dan kemudian diikatkan pada kedua tangan dan kaki Syam'un masing-masing empat helai rambut. Saat Syam'un bangun, ia bertanya lagi kepada istrinya:
"Siapakah gerangan yang mengikatku ini!". Istrinya lagi-lagi menjawab:
"Aku yang mengikatmu, untuk menguji kekuatanmu".
Syam'un pun berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan ikatan itu, namun kali ini ia tidak berhasil. Dia tidak berdaya untuk memotongnya.
Melihat usahanya kali ini berhasil, istri Syam'un yang kafir segera memberi tahukan hal ini kepada kaum kafir. Syam’un yang sudah tidak berdaya kemudian dibawa ke gedung istana untuk dieksekusi. Tubuhnya diikat pada tiang utama istana dan dipertontonkan kepada khalayak ramai. Kaum kafir kemudian memotong kedua telinga, bibir serta kedua tangan dan kakinya. Tidak hanya itu saja, Syam'un juga disiksa dengan dibutakan kedua matanya. Mereka berharap Syam'un akan mati perlahan-lahan dengan menahan siksaan-siksaan itu.
Pada saat keadaan seperti itu, Allah menurunkan Malaikat Jibril untuk memberi bantuan kepada Syam’un. Malaikat Jibril berkata:
"Apa permintaanmu pada Allah?". Syam'un menjawab:
"Ya Allah, Aku mohon agar Engkau memberi kekuatan kepadaku, sehingga aku mampu meruntuhkan tiang bangunan ini dan aku akan hancurkan mereka semua dengan kekuatan Allah, Bismillaah, Laa haula walaa quwwata illaa billaah.."
Allah SWT pun mengabulkan doanya. Allah memberikan kekuatan yang luar biasa kepada Syam'un. Kemudian Syam'un menggerakkan tubuhnya, sehingga menyebabkan tiang bangunan menjadi roboh berhamburan, disusul ambruknya seluruh bangunan istana yang menimpa semua orang-orang kafir tanpa tersisa. Semuanya pun mati, termasuk istri Syam'un juga ikut mati.
Syam'un sendiri diselamatkan oleh Allah SWT. Semua anggota tubuhnya dikembalikan seperti sedia kala. Setelah itu Syam'un mengabdikan hidupnya untuk kembali berjuang membela agama Allah, menumpas kekufuran dan kebathilan selama 1000 bulan tanpa henti. Selain itu, ia juga menyibukan diri dengan beribadah kepada Allah. Malam hari ia menjalankan shalat malam, sedang siang harinya ia berpuasa. Semuanya itu ia lakukan dalam waktu 1000 bulan lamanya.
Setelah Rasulullah selesai menceritakan kisah Syam'un Al Ghazi ini, para sahabat menangis terharu. Salah seorang diantara mereka kemudian bertanya:
"Wahai Rasulullah, tahukah engkau akan pahalanya (ibadah Syam'un)?". Rasulullah menjawab:
"aku tidak mengetahuinya".
Sesaat kemudian Allah menurunkan surat Al Qadr melalui Malaikat Jibril. Malaikat Jibril kemudian berkata:
"Wahai Muhammad, Allah memberi lailatul Qadar kepadamu dan umatmu, yang mana ibadah pada malam itu lebih utama daripada ibadah 1000 bulan."
Demikianlah kisah Syam'un Al Ghazi dan asal muasal malam lailatul Qadar. Sungguh beruntung seorang muslim yang bisa mendapatkan malam yang mulia ini dengan beribadah sepenuhnya kepada Allah, yang mana keutamaannya melebihi ibadah 1000 bulan (khairun min alfi syahr) sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Syam'un Al Ghazi As. Wallahu A'lam.
Genrerating Link.... 15 seconds.
Your Link is Ready.