Kisah Hamzah dan Umar Masuk Islam pada Bulan Dzulhijjah
Bulan Dzulhijjah tidak saja identik dengan pelaksanaan ibadah haji di Tanah Suci, tapi pada bulan ke-12 dalam penanggalan hijriah ini juga terdapat peristiwa penting masuk Islamnya Hamzah bin Abdul Muthalib dan Umar bin Khattab, dua tokoh muslim penting yang memiliki peran strategis dalam penyebaran Islam pada masanya.
Hamzah dan keislamannya
Hamzah merupakan paman sekaligus saudara sepersusuan Rasulullah. Ia putra dari Abdul Muthalib (kakek Nabi) sekaligus adik dari Abdul Muthalib (beda ibu). Secara nasab ia memiliki status sosial cukup terhormat karena berasal dari Bani Hasyim. Ia memiliki hobi berburu. Tubuhnya yang kekar membuatnya lincah melewati bukit demi bukit untuk menangkap hewan yang sudah dibidiknya.
Keberadaan Hamzah sebelum memeluk Islam tidak ikut menghalangi dakwah Nabi Muhammad sebagaimana umumnya orang musyrik. Di saat banyak orang Quraisy menaruh curiga besar kepada Nabi bahkan mencerca serta berusaha menghalanginya dengan macam ragam cara, Hamzah hanya diam. Ia beranggapan apa yang dilakukan ponakannya itu hal biasa dan tidak perlu ditanggapi terlalu berlebihan.
Hamzah hanya merenungkan ajaran baru yang dibawa sang ponakan yang sedang menjadi perbincangan serius di tengah-tengah kaum Quraisy.
Hari terus berlalu, orang-orang Quraisy semakin serius melakukan segala upaya untuk menggagalkan dakwah Nabi Muhammad. Hamzah sendiri heran dengan ketabahan ponakannya itu menghadapi orang-orang Makkah yang sangat keras kepala.
Hingga sekali waktu Abu Jahal secara kebetulan bertemu Nabi di bukit Shafa dan mencaci sepuasnya. Nabi hanya terdiam dan tidak merespons sama sekali. Hal ini tentu membuat Abu Jahal sewot karena merasa upayanya sia-sia. Tidak puas dengan apa yang dilakukannya, Abu Jahal meraih batu dan memukulkannya ke kepala Rasulullah. Abu Jahal kemudian segera merapat ke perkumpulan orang Quraisy.
Pada saat yang bersamaan Hamzah baru pulang dari perburuannya dengan menenteng sebuah busur panah. Ia diberi tahu oleh budak perempuan milik Abdullah bin Jad’an (yang kebetulan menyaksikan peristiwa itu) perihal apa yang baru saja dialami ponakannya.
Mendengar kabar tersebut, segera Hamzah mencari Abu Jahal untuk menuntut balas. Dengan wajah penuh amarah ia akhirnya berhasil menemukan keberadaan orang yang dicarinya dan memberi pelajaran kepada Abu Jahal. Selanjutnya, mari simak riwayat yang dikutip Safyurrahman al-Mubarakfuri dalam Ar-Raḫîqul Makhtûm.
فلما دخل المسجد قام على رأسه، وقال له: يا مصفر استه، تشتم ابن أخي وأنا على دينه؟ ثم ضربه بالقوس فشجه شجة منكرة، فثار رجال من بني مخزوم- حي أبي جهل- وثار بنو هاشم- حي حمزة- فقال: أبو جهل: دعوا أبا عمارة، فإني سببت ابن أخيه سبا قبيحا
Artinya, “Begitu Hamzah memasuki masjid, dia berdiri di dekat kepala Abu Jahal dan berkata, ‘Wahai orang yang berpantat kuning, apakah engkau berani mencela saudaraku?! Padahal aku telah mengikuti agamanya?’”
“Seketika itu juga Hamzah memukul kepala Abu Jahal dengan tangkai busur. Orang-orang Bani Makhzum (suku pihak Abu Jahal) bangkit berdiri, begitu pula yang dilakukan orang-orang dari Bani Hasyim (suku pihak Hamzah).”
Berkat pembelaannya itu Hamzah mendapat hidayah dan memeluk Islam, tepatnya pada bulan Dzulhijjah, akhir tahun keenam dari kenabian. (Safyurrahman al-Mubarakfuri, Ar-Raḫîqul Makhtûm, 2016: 68)
Umar dan keislamannya
Sebelum memeluk agama Islam, Umar terkenal sebagai orang yang paling memusuhi Nabi karena tidak suka dengan ajaran baru yang dibawanya karena dianggap memecah belah kaum Quraisy. Perangainya yang keras dan kasar membuatnya ditakuti oleh siapapun.
Umar sendiri berasal dari keturunan suku Badi ‘Adi, salah satu suku turunan Quriasy yang secara status sosial tidak terlalu terpandang. Begitu pun ayahnya, Khattab bin Nufail, seorang pedagang biasa yang juga tidak terlalu menonjol. Jadi, posisi Umar sebagai orang yang ditakuti memang karena tubuh kekar dan keberaniannya sehingga membuat semua orang segan.
Watak temperamentalnya membuat setiap umat Muslim yang ia temui pasti akan disakitinya. Hingga pada puncaknya ia berpikir bahwa satu-satunya jalan untuk menghentikan dakwah Nabi Muhammad adalah dengan membunuhnya.
Dengan membawa pedang yang terhunus, Umar pergi mencari keberadaan Nabi. Namun sebelum menemukan beliau, Umar dicegat oleh Nu’aim bin Abdullah dan mengajaknya untuk menemui adiknya, Fathimah bin Khattab yang sudah masuk Islam.
Singkat kisah, Umar menemui adiknya dan marah besar karena sudah tidak lagi berpegang pada ajaran nenek moyang. Namun ketika tahu di tangan sang adik ada mushaf Al-Qur’an, Umar meraihnya, lalu membacanya dan menemui lafal basmalah, kemudian membaca surat Thaha ayat 41:
اِنَّنِيْٓ اَنَا اللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّآ اَنَا۠ فَاعْبُدْنِيْۙ وَاَقِمِ الصَّلٰوةَ لِذِكْرِيْ
Artinya, “Sungguh, Aku ini Allah, tidak ada tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan laksanakanlah shalat untuk mengingat Aku.” (QS Thaha: 41)
Umar begitu takjub dengan lafal-lafal indah yang baru saja dibacanya dan mulai muncul benih cahaya iman di hatinya. Ia kemudian melanjutkan perjalanan mencari Rasulullah. Setelah bertemu Rasul dengan didampingi Hamzah, Umar berkata di depan Nabi, “Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah.”
Umar memeluk Islam jarak tiga hari setelah Hamzah menjadi mualaf. (Ibnul Atsir, Al-Kâmil fit Târîkh, 1987: juz 1, h. 601-604)
Setelah Islamnya Hamzah dan Umar, dakwah Rasulullah semakin kokoh. Dua tokoh berpengaruh itu berjasa besar dalam penyebaran agama Islam. Sejarah mencatat, kedua sahabat ini aktif menyebarkan ajaran Islam dan terlibat di sejumlah medan jihad melawan kafir Quraisy, bahkan Umar meneruskan misi dakwah setelah Rasulullah wafat dengan menjabat sebagai khalifah yang kedua.
Penulis: Muhamad Abror
Editor: Fathoni Ahmad