Rasulullah Mudik ke Makkah dan Balik ke Madinah
Ketika fase dakwah Islam di Makkah, Rasulullah saw dan umatnya tidak luput dari ancaman pembunuhan oleh kafir Quraisy. Bahkan tidak sedikit yang mendapat siksa dan meregang nyawa demi mempertahankan akidah Islam dengan menjadi umat Nabi Muhammad.
Melihat kondisi tersebut, Rasulullah bersama para sahabat kepercayaannya diikuti umat Islam Makkah melakukan eksodus besar-besaran (hijrah) ke Kota Yatsrib (Madinah). Berbagai properti, harta benda warisan istri beliau, Khadijah radhiyallahu ‘anha seperti rumah dan tanah ditinggalkan begitu saja di Makkah demi menyelamatkan umat Islam dan misi ajaran besar yang diembannya.
Selama di Madinah, Nabi membangun kekuatan umat di samping melakukan gerakan syiar Islam ke kabilah-kabilah atau suku bangsa secara luas hingga ke negeri-negeri lainnya. Langkah strategis ini dilakukan Nabi sambil mengatur cara untuk mengambil kembali Kota Makkah. Akhirnya, terjadilah sejarah Fathu Makkah atau pembebasan Kota Makkah yang dipimpin langsung oleh Rasulullah bersama kaum Muslimin.
Pasukan Rasulullah penuh dengan kekuatan dalam sejarah Fathu Makkah. Hal ini dipahami betul oleh kafir Quraisy di Makkah yang saat itu di bawah komando Abu Sufyan. Namun, kasih sayang Nabi yang begitu tinggi membuat peristiwa Fathu Makkah terjadi tanpa setetes pun darah yang tertumpah.
Revolusi besar tersebut bukan hanya membebaskan Kota Makkah, tetapi juga membebaskan seluruh kaum kafir untuk masuk ke dalam lindungan Nabi sehingga mereka serta merta masuk Islam.
Dijelaskan oleh Prof KH Nasaruddin Umar dalam buku Khutbah Imam-imam Besar (2018), di tengah kemenangan Nabi dan kaum Muslimin, ada satu peristiwa ketika Abu Sufyan dan para pembesar Quraisy akhirnya menyerah dan bersedia mengikuti petunjuk Nabi Muhammad. Kemudian Nabi meminta kepada para pimpinan pasukannya untuk menyatakan, al-yaum yaumal marhamah (hari ini hari kasih sayang).
Lalu salah seorang sahabat Nabi berteriak: al-yaum yaumal malhamah (hari ini adalah hari pertumpahan darah). Atas pernyataan dari sahabat Nabi tersebut, penduduk Makkah kembali diselimuti ketakutan. Abu Sufyan gentar kemudian melayangkan protes, kenapa menjadi hari pertumpahan darah padahal sebelumnya diumumkan hari kasih sayang dan hari pengampunan.
Rasulullah lalu menjawab, tidak begitu maksudnya. Sahabat itu lidahnya cadel, tidak bisa menyebut huruf ra, sehingga huruf ra terucap la. Hal itu yang menyebabkan kalimat al-yaum yaumal marhamah berubah menjadi al-yaum yaumal malhamah. Sehingga menimbulkan kesalapahaman.
Penyelesaian Fathu Makkah berjalan sangat manusiawi meskipun menyalahi tradisi perang Arab yang disertai penaklukkan, pertumpahan darah, perampasan, dan lain-lain. Namun kasih sayang Nabi Muhammad lebih besar dalam hal ini sehingga tidak ada balas dendam.
Peristiwa Fathu Makkah atau Pembebasan Makkah berlangsung pada tahun 8 Hijriah atau 630 Masehi. Susmihara dan Rahmat dalam Sejarah Islam Klasik (2013) menjelaskan, peristiwa Pembebasan Mekkah disebabkan oleh pelanggaran-pelanggaran kaum Quraisy terhadap perjanjian damai Hudaibiyah. Kaum Quraisy melakukan penyerangan dan pembunuhan terhadap kabilah Bani Khuzaah yang saat itu termasuk dalam golongan yang dilindungi oleh perjanjian Hudaibiyah.
Nabi Muhammad yang mendengar adanya pelanggaran yang dilakukan oleh kaum Quraisy segera merencanakan sebuah perlawanan. Nabi Muhammad bersiap untuk mengerahkan pasukan Islam untuk melakukan perlawanan terhadap kaum Quraisy.
Nabi Muhammad memimpin 10.000 pasukan Islam dari Madinah menuju Makkah. Namun, Nabi Muhammad mengeluarkan ultimatum kepada kaum Quraisy. Bagi mereka yang tetap menyarungkan pedang, masuk masjid (lingkungan Kabah) dan masuk rumah Abu Sufyan akan dijamin keamanannya oleh Nabi Muhammad.
Badri Yatim dalam Sejarah Peradaban Islam (2015) menerangkan, Nabi Muhammad melakukan khutbah di depan pintu Kabah kepada seluruh kaum muslim dan kafir Quraisy. Isi dari khutbah Nabi Muhammad adalah pengampunan yang ia berikan kepada kaum Quraisy atas seluruh perbuatan negatif yang mereka lakukan kepada Nabi Muhammad dan kaum Muslim.
Nabi Muhammad juga menyampaikan bahwa kaum Quraisy dibebaskan secara penuh dari hukuman. Setelah khutbah disampaikan, banyak dari kaum Quraisy memeluk agama Islam. Peristiwa ini menandai kekuasaan Nabi Muhammad dan kaum Muslim terhadap kota Makkah.
Nabi Muhammad dan para sahabat berhasil membersihkan berhala-berhala dari Kabah dan tradisi orang-orang musyrik saat berhaji. Atas perintah Rasulullah, Abu Bakar mengumumkan kepada semua orang bahwa pada tahun ke-9 Hijriyah, sesudah tahun ini tidak ada lagi orang musyrik yang pergi haji. Rasulullah ingin mempraktikkan perbedaan dengan tradisi musyrik saat berhaji dengan mengikuti jejak Nabi Ibrahim dalam berbagai hukum haji.
Setelah berhasil menguatkan agama Islam di Makkah, Nabi Muhammad dan para sahabat lalu balik ke Madinah, negara yang pertama kali dibangunnya. Nabi Muhammad tinggal di Madinah hingga akhir hayatnya. Maqbarah Nabi Muhammad saw berada di Masjid Nabawi. (Fathoni)