Konsep Pemerolehan Dan Pembelajaran Bahasa Arab
1. Pemerolehan Bahasa
a. Konsep Pemerolehan Bahasa
Pemerolehan bahasa atau language acquisition yaitu proses yang dipergunakan oleh anak-anak untuk menyesuaikan serangkaian hipotesis yang makin bertambah rumit, ataupun teori–teori yang masih terpendam yang mungkin sekali terjadi dengan ucapan-ucapan orang tuanya sampai dia memilih 2 berdasarkan suatu ukuran atau takaran penilaian tata bahasa yang paling baik serta paling sederhana dari bahasa tersebut.
b. Beberapa Teori Pemerolehan Bahasa
1. Teori Behaviorisme
Teori behaviorisme menyoroti aspek perilaku kebahasaan yang dapat diamati langsung dan hubungan antara rangsangan (stimulus) dan reaksi (response). Perilaku bahasa yang efektif ialah membuat reaksi yang tepat terhadap rangsangan. Reaksi ini akan menjadi suatu kebiasaan jika reaksi tersebut dibenarkan. Dengan demikian, anak belajar bahasa pertamanya. Membuat reaksi yang tepat terhadap rangsangan dan merupakan hal yang pokok bagi pemerolehan bahasa pertama.
B.F. Skinner ialah tokoh aliran behaviorisme. Dia menulis buku Verbal Behavior (1957) menurut aliran ini, belajar merupakan hasil faktor eksternal yang dikenakan kepada suatu organisme. Menurut Skinner, perilaku kebahasaan sama dengan perilaku yang lain, dikontrol oleh konsekuensinya. Apabila ada reinforcement yang cocok, perilaku akan berubah dan inilah yang disebut belajar.
2. Teori Nativisme
Menurut Chomsky bahasa hanya dapat dikuasai oleh manusia, binatang tidak mungkin dapat menguasai bahasa manusia. Pendapat Chomsky ini didasarkan pada beberapa asumsi:
1) Perilaku berbahasa ialah sesuatu yang genetik, setiap bahasa memiliki pola perkembangan yang dan lingkungan memiliki peran kecil di dalam proses pematangan bahasa.
2) Bahasa dapat dikuasai dalam waktu relatif singkat.
3) Lingkungan bahasa anak tidak dapat menyediakan data yang cukup bagi penguasaan tata bahasa yang rumit dari orang dewasa.
Menurutnya, bahasa ialah sesuatu yang kompleks dan rumit sehingga mustahil dapat dikuasai dalam waktu yang singkat melalui “peniruan”. Nativisme juga percaya bahwa setiap manusia yang lahir sudah dibekali dengan suatu alat untuk memperoleh bahasa (language acquisition device, disingkat LAD). Mengenai bahasa apa yang akan diperoleh anak bergantung pada bahasa yang digunakan oleh masyarakat sekitar.
3. Teori Kognitivisme
Menurut teori ini, bahasa merupakan salah satu di antara beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif. Bahasa distrukturi oleh nalar. Perkembangan bahasa harus berlandaskan pada perubahan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam kognisi.
Menurut teori kognitivisme, yang paling utama harus dicapai ialah perkembangan kognitif, barulah pengetahuan dapat keluar dalam bentuk keterampilan berbahasa. Anak hanya memahami dunia melalui indranya. Anak hanya mengenal benda yang dilihat secara langsung. Pada akhir usia satu tahun, anak sudah dapat mengerti bahwa benda memiliki sifat permanen sehingga anak mulai menggunakan simbol untuk mempresentasikan benda yang tidak hadir dihadapannya. Simbol ini kemudian berkembang menjadi kata-kata awal yang diucapkan anak.
4. Teori Interaksionisme
Teori interaksionisme beranggapan bahwa pemerolehan bahasa merupakan hasil interaksi antara kemampuan mental pembelajaran dan lingkungan bahasa. Pemerolehan bahasa itu berhubungan dengan adanya interaksi antara masukan “input” dan kemampuan internal yang dimiliki pembelajar. Setiap anak sudah memiliki LAD sejak lahir. Namun, tanpa ada masukan yang sesuai tidak mungkin anak dapat menguasai bahasa tertentu secara otomatis.
Faktor intern dan ekstern dalam pemerolehan bahasa pertama oleh sang anak sangat mempengaruhi. Benar jika ada teori yang mengatakan bahwa kemampuan berbahasa si anak telah ada sejak lahir (telah ada LAD). Hal ini telah dibuktikan oleh penemuan yang dilakukan Howard Gardner. Dia mengatakan bahwa sejak lahir anak telah dibekali berbagai kecerdasan. Salah satu kecerdasan yang dimaksud ialah kecerdasan berbahasa. Akan tetapi, yang tidak dapat dilupakan ialah lingkungan juga faktor yang mempengaruhi kemampuan berbahasa si anak.
c. Tahap-tahap Pemerolehan Bahasa
Masa balita (Bayi Lima Tahun) ialah masa yang paling signifikan dalam kehidupan manusia, masa balita ialah tahap pemerolehan bahasa yang pertama, manusia pertama kali belajar atau diperkenalkan dengan suasana yang sama sekali “baru”, dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya di dalam kandungan.
Pemerolehan bahasa pada bayi sangatlah bertahap yang dibagi dalam beberapa bagian yang berkaitan dengan pemerolehan bahasa pada manusia khusunya pada anak-anak yaitu “Perkembangan Bahasa Anak”. Di tahun pertama kehidupan, manusia tampaknya memproduksi bahasa dengan bergerak maju melewati tahap- tahap berikut :
a) Mendekut (Kebanyakan Mengandung Bunyi Vokal)
Bayi-bayi sanggup memproduksi bunyi dari dirinya sendiri. Yang paling jelas, aspek komunikatif dari tangisan (diniatkan atau tidak) berfungsi cukup efektif. Mendekut (cooing) ialah ekspresi oral bayi mengeksplorasi bunyi vokal. Mendekutnya bayi di seluruh dunia, termasuk bayi tuli juga, tidak bisa dibedakan di antara bayi dan bahasa bayi sebenarnya lebih baik ketimbang orang dewasa dalam memilihkan bunyi yang tidak bermakna bagi mereka. Mereka bisa membuat pilihan fonetik yang sudah tidak bisa dibedakan lagi oleh orang dewasa.
b) Meraban/mengoceh (mengandung bunyi konsonan dan bunyi vokal)
Pada tahap ini, bayi tuli tidak lagi mengucapkan bunyi vokal. Bagi telinga kita, merabannya bayi terus meningkat di antara pembicara dari kelompok bahasa yang berbeda terdengar sangat mirip. Bunyi diproduksi berdasarkan perubahan di dalam pendengaran bayi. Meraban (babbling) ialah produksi yang dipilih bayi terkait fonem yang terpilih yang merupakan ciri bahasa asal bayi. Oleh karena itu, mendekutnya bayi di seluruh dunia esensinya sama, namun merabannya bayi berbeda.
c) Ucapan Satu Kata
Pada akhirnya, bayi mengucapkan kata pertamanya. Ini diikuti dengan singkat oleh satu, dua kata lagi. Segera sesudahnya, beberapa kata lagi menyusul. Ucapan ini terbatas pada bunyi vokal dan konsonan yang digunakan. Bayi menggunakan satu kata ini yang disebut holofrase untuk menyampaikan intense, keinginan dan tuntutan. Biasanya, kata-kata adalah kata benda yang melukiskan objek yang dikenal, dilihat atau diinginkan.
Pada usia 18 bulan, anak-anak biasanya memiliki kosakata 3 sampai 100 kata. Namun, kosakata anak kecil masih tidak bisa menuangkan semua keinginanya. Akibatnya, anak-anak banyak melakukan kesalahan. Sebuah kekeliruan melebih- lebihkan isi (overextension error) adalah perluasan sacara keliru makna kata-kata dari dalam leksikon untuk menuangkan hal-hal dan gagasan-gagasan tetapi masih belum memiliki kata baru untuk mengekspresikannya. Tahap ini disebut tahap satu kata satu frase, yang berarti bahwa satu kata yang diucapkan anak itu merupakan satu konsep yang lengkap.
d) Ucapan Dua Kata dan Ujaran Telegrafik
Secara bertahap, antara usia 1,5 sampai 2,5 tahun, anak-anak mulai mengombinasikan kata-kata tunggal untuk menghasilkan ucapan dua kata. komunikasi-komunikasi awal ini tampaknya lebih mirip telegram daripada percakapan. Kata depan, kata sambung dan morfem-fungsi lainnya biasanya ditinggalkan. Ujaran telegrafis ini dapat digunakan untuk menggambarkan ujaran dua atau tiga kata, bahkan yang sedikit lebih panjang.
Pada tahap ini, anak sudah mulai berpikir secara “subjek + predikat” meskipun hubungan-hubungan seperti infleksi, kata ganti orang dan jamak belum dapat digunakan. Dalam pikiran anak itu, subjek + predikat dapat terdiri atas kata benda + kata benda,
e) Struktur Kalimat dasar Orang Dewasa
Kosakata mengembang dengan cepat. Ia berlipat lebih dari tiga kali dari sekitar 300 kata pada usia 2 tahun menjadi 1.000 kata pada usia 3 tahun. Hampir secara menakjubkan, mulai dari kira-kira usia 4 tahun, dengan kemahiran kosakata yang bertambah, kemampuan anak mencapai fondasi dan struktur bahasa orang dewasa. Pada usia 5 tahun, kebanyakan anak juga bisa mengerti dan memroduksi konstruksi kalimat yang cukup kompleks dan tidak lazim.
Pada usia 10 tahun, bahasa anak secara fundamental sudah sama seperti orang dewasa.
2. Pembelajaran Bahasa Arab
Menurut Sanjaya (2006 : 100), pembelajaran adalah suatu proses pengaturan lingkungan yang diarahkan untuk mengubah perilaku siswa kearah yang positif dan lebih baik sesuai dengan potensi dan perbedaan yang dimiliki siswa. Oemar Hamalik (1995 : 57) mendefinisikan pembelajaran dengan suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran, dalam hal ini manusia terlibat dalam sistem pengajaran terdiri dari siswa, guru dan tenaga lainnya, materi meliputi; buku-buku, papan tulis dan lainlainnya. Fasilitas dan perlengkapan terdiri dari ruang kelas dan audiovisual. prosedur meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi, praktek belajar, ujian dan sebagainya.
Berpijak pada beberapa pengertian, maka pembelajaran bahasa Arab merupakan suatu proses yang dilakukan dengan sengaja untuk mengkombinasikan berbagai komponen belajar mengajar yang diarahkan untuk mendorong, membimbing, mengembangkan dan membina kemampuan serta menumbuhkan sikap positif terhadap bahasa Arab baik represif maupun produktif. Kemampuan reseptif yaitu kemampuan untuk memahami pembicaraan orang lain dan memahami bacaan. Kemampuan produktif yaitu kemampuan menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi baik secara lisan maupun secara tertulis.
Dalam prakteknya, pembelajaran bahasa Arab meliputi empat keterampilan/kemahiran berbahasa yaitu:
A. Maharah al-Istima'
Istima’ adalah proses menerima sekumpulan fitur bunyi yang terkandung dalam kosakata, atau kalimat yang memiliki makna terkait dengan kata sebelumnya, dalam sebuah topik tertentu. Istima’ meskipun di kalangan tertentu hanya dipahami sebatas ‘dengar’. Akan lebih tepat, kalau istima’ lebih diarahkan pada ‘menyimak’ dengan tidak lepas konteks. Keterampilan mendengar terdiri dari beberapa tingkatan, yaitu:
(1) Mendengar bunyi-bunyi kata tanpa membekas dalam pikiran;
(2) Mendengar setengah-setengah,
(3) Mendengar dengan mulai merangkai ide,
(4) Menyimak untuk menentukan ide pokok dan pendukung,
(5) Menyimak untuk disikapi atau dikritisi,
(6) Menyimak sampai hanyut dalam perasaan (tadzawwuq)
Pembelajaran ketrampilan mendengar (maharah al-istima') ini memiliki tujuan agar peserta didik mampu:
1. Mengetahui bunyi lafadz Arab dan makhrajnya,
2. Membedakan bunyi huruf yang berbeda,
3. Mengetahui perbedaan bunyi yang berbeda,
4. Mengetahui makna kata arab,
5. Mengetahui perubahan makna dari intonasi dan syllable berbeda.
B. Maharah al-Kalam
Maharah al-kalam tergolong sebagai mahârah istintâjiyyah (productive skill). Sebab ia menuntut adanya peran aktf peserta didik agar dapat berkomunikasi secara lisan (syafahiyyah) dengan pihak atau komunitas yang lain.
Maharah al-kalam dianggap sebagai keterampilan yang sangat penting dalam pembelajaran bahasa Asing, karena berbicara merupakan suatu yang aplikatif dalam bahasa dan merupakan tujuan awal seseorang yang belajar suatu bahasa. Hanya saja, yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran berbicara ini agar memperoleh hasil yang maksimal yaitu kemampuan dari strategi dan media pembelajaran bahasa Arab, seorang guru dan metode yang digunakannya.
Tujuan dari maharah al-kalam agar peserta didik mampu:
a. Melafalkan bunyi arab dari makhrajnya dengan benar,
b. Membedakan ucapan antara harakat panjang dan pendek,
c. Memperhatikan intonasi dan syllable dalam berbicara,
d. Mengungkapkan ide dengan tarkib yang benar,
e. Mampu menggunakan isyarat/gerakan non-verbal,
f. Berbicara dengan lancar,
g. Berhenti pada tempat yang sesuai, ditengahtengah pembicaraan,
h. Mampu memulai dan mengakhiri pembicaraannya secara alami.
C. Maharah al-Qiro'ah
Membaca (qira’ah) merupakan keterampilan menangkap makna dalam simbol-simbol bunyi tertulis yang terorganisir menurut sistem tertentu. Qira’ah bukanlah sekedar proses kerja dari indra mata dan alat ujar saja. Tetapi ia juga merupakan aktivitas aqliyah, meliputi : pola berpikir, menganalisis, menilai, problem-solving, dan lainnya.
Tujuan dari maharah al-Qiro’ah agar peserta didik mampu:
(a) Membaca teks dengan mudah dan cepat,
(b) Memahami dan membedakan antara pokok pikiran dan pendukung,
(c) Memahami mufradat yang musytarak lafdzi dan mufradat taraduf,
(d) Mengurai teks yang dibaca dan menemukan judul yang tepat mengenai bacaan tersebut,
(e) Menyimpulkan bacaan dan memahami pesan yang dikandungnya,
(f) Menggunakan kamus bahasa Arab
D. Maharah al-Kitabah
Kitabah (menulis) merupakan keterampilan berbahasa yang rumit, karenanya keterampilan ini harus diurutkan setelah periode pelajaran yang menekankan pada bunyi (marhalah shawtiyyah). Maharah tersebut lebih terfokus pada aspek menyimak dan bicara.
Kitabah sering difahami hanya sebatas mengkopi (naskh) dan mengeja (tahajju’ah), namun kitabah sebenarnya juga mencakup beragam proses kognitif untuk mengungkap apa yang diinginkan seseorang.
Tujuan dari maharah al-Kitabah agar peserta didik mampu:
(a) Menulis huruf Arab,
(b) Mengetahui tanda baca (alamat al-tarqim) dengan benar,
(c) Mengungkapkan tulisan secara logis dan runtut melalui tulisan dengan memperhatikan aturan-aturan kaidah bahasa, tanda baca, dan diksi kata secara tepat.
3. Problematika Pembelajaran Bahasa Arab
Setidaknya ada dua kendala dalam pemblajaran Bahasa arab. Yaitu:
a. Kendala Linguistik
Kendala linguistik adalah kendala yang dihadapi oleh murid yang berhubungan langsung dengan Bahasa baik menyangkut kendala bunyi (suara), kosakata, kaidah, I’râb dan tarkîb.
1. Kendala Fonetik dikarenakan ada bunyi dari Bahasa arab yang serupa tapi berbeda bahkan tidak ada dalam bahasa ibu
2. Kosa Kata Bahasa Arab yang bervariasi yang disebabkan Bahasa arab memiliki tashrif isytqaqy dan tashrif I’raby
3. Kendala Sintaksis/ Gramatikal yang meliputi shorof, nahwu dan I’rab yang membutuhkan usaha lebih dalam mempelajarinya.
4. Kendala Morfoligi atau struktur kalimat/jumlah yaitu jumlah fi’ilyyah dan julah ismiyyah dimana keduanya adalah merupakan kehususan yang dimiliki bahas arab
b. Kendala non Linguistik
Kendala Non Linguistik adalah kendala yang tidak berhubungan langsung dengan Bahasa, tapi memiliki pengaruh kuat pada hasil belajar bahkan bisa gagal karenanya. Kendala ini mencakup motifasi, minat, media ajar dan Kompetensi guru, metode belajar, waktu yang tersedia, dan lingkungan Linguistik.
Permasalahan ketika proses pembelajaran bahasa arab, yaitu:
1. Aspek pendidikan yaitu sarana, fasilitas, metode dan guru yang perlu ditinjau kembali.
2. Aspek sosial budaya, dalam arti pengajaran bahasa Arab sering terjadi karena kurangnya Lingkungan Arab yang baik sehingga bahasa Inggris lebih populer dan banyak digunakan oleh anak muda saat ini
3. Aspek linguistik, Dalam artian sebagian besar ulama berpendapat bahwa bahasa Arab lebih sulit dari bahasa lain.
4. Aspek politik dan diplomatik, artinya ada upaya serius untuk memperkuat hubungan bilateral Antara Indonesia dan negara-negara Arab.
Menurut Masrukan mengemukakan, ada lima kendala dalam perkembangan Bahasa (arab) di Indonesia, yaitu:
1. Faktor sosial
a. Bahasa arab masih dipandang bahasa yang sulit di masyarakat, dan tidak mengetahui pentingnya bahasa arab bagi kehidupan.
b. Dampak penjajahan belanda dan jepang
c. Adanya perbedaan antara bahasa arab dengan ‘amiyah (daerah).
2. Faktor agama
a. Jauhnya umat Islam dari ajaran Islam
b. Perbedaan madzhab dalam kelompok-kelompok islam
c. Lahirnya pemikiran sekuler, liberal dan misionaris.
3. Faktor ekonomi
a. Lemahnya keuangan dan ekonomi
b. Mahalnya biaya dalam belajar Bahasa arab .
4. Faktor Pendidikan
a. Tujuan Pendidikan
b. Sistem Bahasa
c. Kurikulum Pendidikan
d. Guru
5. Faktor Politik
a. Sistem demokrasi yang pasif
b. Propaganda untuk menyebar teror
c. Lemahnya Hubungan Birokrasi dengan Negara-negara Arab
Solusi dari kendala-kendala yang dihadapi tersebut adalah mendorong untuk memperbaiki bahasa arab dengan menjelaskan manfaat yang akan diperoleh dengan mempelajari bahasa arab, menggunakan metode yang tepat, untuk yang berkaitan dengan kendala faktor sosial maka hendaknya umat islam mendorong saudara-saudaranya yang beragama islam untuk mempelajarinya, bagi para guru hendaknya memperbanyak latihan bagi murid-murid untuk seseuatu yang berbeda dengan Bahasa ibu, dan kesulitan karen faktor politik disiasati dengan membangun pusat Bahasa arab di kampus-kampus.
Nilai positif mempelajari bahas arab adalah:
1. Memperdalam kajian islam
2. Meningkatkan kompetensi guru hingga menjadi professional
3. Mengembangkan metode pembelajaran
4. Bekembangnya literasi turats islamiyyah
5. Melakukan upaaya akademik yang bermanfaat bagi masyarakat
Genrerating Link.... 15 seconds.
Your Link is Ready.