Iklan

Kesultanan Samudra Pasai, Kerajaan Islam Pertama di Nusantara

Samudra Pasai merupakan kesultanan Islam pertama di Indonesia yang berkuasa dari abad ke 13 hingga abad ke 16. Pendirinya ialah Nazimuddin al-Kamil, seorang laksamana dari Mesir. Pada tahun 1128 M, ia mendapat tugas untuk merebut Pelabuhan Kambayat di Gujarat. Di samping itu, ia juga mendirikan kerajaan di Sumatra bagian utara dengan tujuan menguasai perdagangan rempah-rempah dan lada. 

Sementara itu, di negeri Mesir kemudian terjadi pergantian dinasti. Dinasti Fatimiyah berhasil dikalahkan oleh Dinasti Mamluk. Dinasti baru ini berambisi untuk merebut Samudra Pasai dengan mengirim Syekh Ismail. Syekh Ismail kemudian bersekutu dengan Marah Silu dan berhasil merebut Samudra Pasai. Marah Silu kemudian diangkat sebagai Raja Samudra Pasai dengan gelar Sultan Malik ash-Shaleh. 

Samudra Pasai
gambar via kompas.com

Kesultanan Samudra Pasai terletak di Lhokseumawe, Aceh sekarang. Pusat pemerintahannya di Kota Pasai, yang berada di pesisir. Setelah pertahanannya cukup kuat, Samudra Pasai meluaskan wilayahnya ke pedalaman, meliputi Tamiang, Balek Bimba, Samerlangga, Beruana, Telang, Perlak, Samudra, Rama Candi Tukas, dan Pasai. Untuk memperkuat kedudukannya, Sultan Malik ash-Shaleh melakukan pernikahan politik dengan Putri Ganggang Sari dari Perlak. 

Sultan Malik ash-Shaleh wafat pada tahun 1297 dan dimakamkan di Kampung Samudra Mukim Blang Me. la digantikan oleh seorang putranya bernama Sultan Muhammad dengan gelar Sultan Malik az-Zhahir, yang memerintah Samudra Pasai hingga tahun 1326. Sultan ini kemudian digantikan oleh putranya bernama Sultan Ahmad, yang bergelar Sultan Malik az-Zhahir II. 

Sultan ketiga Samudra Pasai ini dikenal memiliki pengetahuan agama secara mendalam. Bahkan ia sanggup bertukar pikiran dengan para ulama ketika membicarakan berbagai masalah agama. Sultan mengangkat ulama keturunan bangsa sayid dari Syiraz sebagai qadhi di Pasai. Sultan Ahmad juga gemar mendakwahkan agama Islam ke negeri-negeri tetangga. Di samping itu, Sultan Ahmad juga memiliki armada kapal dagang yang besar. 

Pada masa pemerintahan Sultan Ahmad ini, Samudra Pasai kedatangan utusan Sultan Delhi yang sedang menuju Cina bernama Ibnu Batutah pada tahun 1345. Ibnu Batutah menulis dalam catatan perjalanannya bahwa Samudra Pasai merupakan kota pelabuhan yang sangat penting sebagai tempat persinggahan kapal-kapal dagang dari India dan Cina serta dari wilayah-wilayah lain di Nusantara. Para pembesar Samudra Pasai ada yang berasal dari Persia. Adapun patihnya bergelar Amir. 

Pengganti Sultan Ahmad adalah putranya yang bernama Sultan Zainal Abidin. Pada masa Sultan Zainal Abidin, Maharaja Tiongkok mengutus Laksamana Cheng Ho untuk datang ke Pasai pada tahun 1405. Cheng Ho menganjurkan agar Samudra Pasai mengakui persahabatan dengan Maharaja Tiongkok, Kaisar Cheng Tsu. Kaisar ini baru saja merebut kekuasaan dari kaisar terdahulu yaitu Hwui Ti. 

Laksamana Cheng Ho juga datang membawa hadiah tanda persahabatan dari Kaisar Tiongkok berupa Lonceng Cakra Donya. Ia pun memberikan janji bahwa Tiongkok akan tetap membela Samudra Pasai, Malaka dan negeri-negeri lain, jika ada serangan dari luar, asalkan mereka mengakui perlindungan dari Tiongkok. Armada Cheng Ho yang memimpin sekitar 208 kapal telah mengunjungi Pasai berturut turut mulai dari tahun 1405, 1408 dan 1412.

lonceng Cakra Donya
lonceng Cakra Donya via wikipedia

Berdasarkan laporan perjalanan Cheng Ho yang dicatat oleh para pembantunya seperti Ma Huan dan Fei Xin, secara geografis Kesultanan Pasai dideskripsikan memiliki batas wilayah dengan pegunungan tinggi disebelah selatan dan timur, serta jika terus ke arah timur berbatasan dengan Kerajaan Aru, sebelah utara dengan laut, sebelah barat berbatasan dengan dua kerajaan, Nakur dan Lide. Sedangkan jika terus ke arah barat berjumpa dengan kerajaan Lambri (Lamuri) yang disebutkan waktu itu berjarak 3 hari 3 malam dari Pasai.

Sultan Zainal Abidin meninggal dalam satu peperangan melawan negeri Nakur di Aceh. Setelah masa pemerintahan Zainal Abidin, Samudra Pasai mengalami kemunduran karena adanya perebutan kekuasaan. Sejak saat itu, pusat kegiatan Islam pindah dari Pasai ke Malaka. Kesultanan Samudra Pasai akhirnya runtuh setelah ditaklukkan oleh Portugal tahun 1521 yang sebelumnya telah menaklukan Melaka tahun 1511. Pada tahun 1524, wilayah Pasai telah menjadi bagian dari kedaulatan Kesultanan Aceh.


Article Top Ads

Central Ads Article 1

Middle Ads Article 2

Article Bottom Ads