Kisah Cinta Taubah dan Laila al-Akhyaliyyah: Cinta yang Tak Direstui Hingga Keduanya Kembali Kepangkuan Sang Ilahi
Laila al-Akhyaliyyah merupakan penyair perempuan di era Umawiyyah yang syairnya dipuji oleh penyair-penyair besar kenamaan seperti; Abu Tammam, Abu ‘Ala al-Ma’arri, dan Abu Nawas. Bahkan Abu Nawas konon menghafal Diwan Laila Al-Akhyaliyyah.
Laila yang dikenal dengan syair-syairnya juga pernah mendapatkan imbalan dari Muawiyah bin Abu Sufyan, sebab syair yang dilantunkannya. Bahkan, saat bertemu dengan al-Hajjaj bin Yusuf yang terkenal zalim pun, Laila mendapat imbalan dan pujian darinya.
Laila al-Akhyaliyyah sendiri berasal dari Bani Amir. Sebuah suku yang terkenal sebagai salah satu suku yang terlibat dalam peperangan membela Islam, sekaligus terkenal sebagai suku yang orang-orangnya romantis. Keahliannya dalam membuat dan melantunkan syair, tidak lepas dari perjalanan hidupnya, termasuk kisah asmaranya bersama sepupunya yang bernama Taubah. Sosok lelaki pemberani, berbudi pekerti luhur, dan pandai berbahasa.
Cinta mereka berdua sudah tumbuh sejak kecil, karena intensitas pertemuan keduanya. Sebab, saat masih kecil, Laila al-Akhyaliyyah banyak menghabiskan waktunya bersama sepupunya, Taubah bin al-Hamir. Kedekatan dan seringnya perjumpaan tersebut pun menumbuhkan benih cinta di antara keduanya. Empati yang berujung pada rasa cinta itu pun berlanjut hingga keduanya dewasa. Taubah menjadi lelaki pujaan Laila, dan Laila menjadi wanita pujaan Taubah.
Kepada lelaki pujaannya, Laila sering menuliskan berbagai pujian dan syair romantis kepadanya. Begitu juga sebaliknya. Salah satu pujian Laila kepada Taubah adalah;
Pemuda yang terus bertambah kebaikannya sejak kecil # Hingga ia tumbuh sebagai pemuda idaman
Waktu demi waktu pun telah berlalu, dan keintiman antara keduanya semakin kuat dan menggebu-gebu. Rasa saling mencintai diantara mereka berdua semakin menyatu. Hingga akhirnya, ayah Laila al-Akhyaliyyah tidak merestui hubungan cinta itu. Kisah cinta terlarang antara keduanya pun menyebar. Ayah Laila yang tidak merestui hubungan mereka berdua, akhirnya menjodohkan dan menikahkan Laila dengan lelaki bernama Abu al-Adzla’.
Meski sudah menikah, ayah Laila masih memberi kesempatan kepada Taubah untuk bersilaturahim hingga Taubah menghembuskan nafas terakhirnya. Cinta keduanya pun tak ditakdirkan untuk bersatu di dunia.
Ibnul Jauzi dalam Dzammul Hawa menjelaskan bahwa, suatu ketika saat al-Hajjaj bin Yusuf bertemu dengan Laila, dia pernah bertanya kepada orang-orang yang berada di sekitarnya, “Apakah kalian tahu siapa perempuan ini?“
Mereka menjawab, “Tidak demi Allah, wahai Amirul Mukminin. Namun kami tidak melihat perempuan yang lebih fasih lisannya, lebih bagus bicaranya, lebih cantik wajahnya dan lebih hebat syairnya melebihi dia.“
Al-Hajjaj kemudian berkata, “Ini adalah Laila yang mana Taubah al-Khaffaji mati karena mencintainya“
Al-Hajjaj kemudian melihat Laila seraya berkata, “Lantunkanlah kepada kami sebagian syair yang diucapkan oleh Taubah tentang dirimu, wahai Laila.“
Laila kemudian memenuhi permintaan Al-Hajjaj. Dia pun mengucapkan sebuah syair;
Apakah laila menangis ketika aku mati sebelumnya # Dan para perempuan yang melayat berdiri di atas kuburku.
Sebagaimana apabila kematian menimpa Laila # Maka aku akan menangisinya, dan air mata mengalir deras dari mata ini karenanya.
Hingga akhirnya setelah beberapa waktu, Laila bersama suaminya sedang melewati kuburan Taubah, namun Laila tak mengetahui jika kuburan tersebut adalah kubur Taubah.
Sang suami kemudian bertanya kepada Laila, “Wahai Laila, apakah engkau mengetahui kubur siapa ini?”
“Tidak,” Jawab Laila.
Suami Laila kemudian memberitahu seraya berkata, “Ini adalah kuburan Taubah. Ucapkanlah salam kepadanya.“
Mendengar ucapan sang suami, Laila langsung berkata, “Berlalulah, apa yang kamu inginkan dari Taubah, tulangnya sudah hancur!“
Suami Laila lalu berkata, “Aku ingin mendustakannya. Bukankah dia yang mengatakan, “Andai Laila mengucapkan salam kepadaku, dan aku telah dibalut dengan debu dan batu. Aku akan menjawab, sebagaimana salamnya orang yang ramah dan ceria kepadanya. Gema dari sisi kuburan akan berbunyi.“
Sang suami ternyata menginginkan Laila untuk memberikan salam kepada Taubah. Dia pun kembali berkata kepada Laila, “Demi Allah, kamu harus mengucapkan salam kepadanya.“
Laila kemudian mengucapkan salam, “assalamualaika ya Taubah warahmatullahi wabaraka laka fima shirta ilaih“
Tak lama kemudian setelah Laila mengucapkan salam di kubur Taubah, tiba-tiba datang seekor burung dari area kuburan tersebut. Burung itu langsung menghampiri Laila, dan menghantam dadanya. Tak lama kemudian, Laila kesulitan bernafas hingga akhirnya meninggal dunia. Dia pun kemudian dikuburkan di samping kuburan Taubah. Orang yang mencintainya sekaligus orang yang dia cintai juga.
Setelah beberapa waktu dikuburkan, ternyata tumbuh dari kubur Taubah suatu pohon dan tumbuh juga suatu pohon di kubur Laila. Kedua pohon tersebut kemudian tumbuh memanjang ke atas dan saling bertemu.
Keduanya memang tidak disatukan di dunia, namun dua pohon yang tumbuh dan bertemu menjadi satu, barangkali bisa menjadi bukti bahwa keduanya masih saling mencintai walaupun orang tua tidak merestui. Hingga akhirnya, keduanya sama-sama kembali kepangkuan Sang Ilahi. Begitulah Tuhan menciptakan rasa cinta dalam diri manusia, terkadang hanya mempertemukan tetapi tidak menyatukan.