Iklan

Tafsir Al-Quran: Para Penghalang Orang Shalat di Masjid


Perbuatan yang paling zalim adalah menghalangi manusia dari beribadah kepada Allah dan menjadi penghalang orang shalat di masjid

Hidayatullah.com | KEUTAMAAN shalat berjamaah (khususnya shalat di masjid) dibandingkan shalat sendirian (di rumah) adalah pahalanya yang besar. Dalam banyak hadis disebutkan, shalat berjamaah meraih pahala 27 derajat disbanding shalat sendirian.

Meski memiliki keutamaan dan pahala besar, tidak semua orang mampu shalat berjamaah di masjid. Sebab banyak sekali penghalang bagi setiap orang yang akan melangkahkan kaki nya menuju masjid.

Tafsir An-Najah kali ini akan membahas surat Al-Baqarah 114-115 tentang penghalang shalat bermaah di masjid.

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ مَّنَعَ مَسٰجِدَ اللّٰهِ اَنْ يُّذْكَرَ فِيْهَا اسْمُهٗ وَسَعٰى فِيْ خَرَابِهَاۗ اُولٰۤئكَ مَا كَانَ لَهُمْ اَنْ يَّدْخُلُوْهَآ اِلَّا خَاۤئفِيْن ەۗ لَهُمْ فِى qالدُّنْيَا خِزْيٌ وَّلَهُمْ فِى الْاٰخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيْمٌ

وَلِلّٰهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَاَيْنَمَا تُوَلُّوْا فَثَمَّ وَجْهُ اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ

“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang melarang di dalam masjid-masjid Allah untuk menyebut nama-Nya dan berusaha merobohkannya? Mereka itu tidak pantas memasukinya kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka mendapat kehinaan di dunia dan di akhirat mendapat azab yang berat. Dan milik Allah timur dan barat. Kemanapun kamu menghadap di sanalah wajah Allah. Sungguh, Allah Maha Luas, Maha Mengetahui.” (QS: Al-Baqarah [ 2 ]: 114-115).

Sebab turunnya ayat

Ada beberapa versi tentang turunnya ayat diatas:

Pertama, ayat ini turun berkenaan dengan Bukhtanasar seorang Romawi, yang beragama Nashrani dan pasukannya menyerbu Bani Israil, membunuh para laki-laki dan menawan para wanita, merubuhkan Baitul Maqdis dan melemparkan bangkai ke dalamnya serta mengubah kitab Taurat.

Kedua, ayat ini turun berkenaan dengan Bukhtanasar (Nebukadnezer) dan pasukannya, mereka menyerbu kaum Yahudi dan merubuhkan Baitul Maqdis. Mereka dibantu oleh kaum Nashrani dari bangsa Romawi.

Ketiga, ayat ini turun berkenaan dengan kaum musyrikin Makkah yang menghalangi Kaum Muslimin yang hendak melakukan shalat di Masjidil Haram.

Keempat, ayat ini turun berkenaan dengan kaum musyrikin Makkah yang menghalangi Rasulullah ﷺ dan kaum Muslimin yang hendak melakukan umrah pada peristiwa Shalhu Hudaibiyah (Perdamaian Hudaibiyah).

Kezaliman para penghalang orang shalat di masjid

Ayat di atas menunjukkan bahwa perbuatan yang paling zalim adalah menghalangi manusia dari beribadah kepada Allah di masjid-masjid dengan cara merobohkan atau menonaktifkan fungsinya serta menghalangi syiar-syiar agama darinya. Perbuatan ini menyebabkan manusia lama-lama lupa terhadap Allah sebagai pencipta.

Akhirnya terjadi maksiat dan kesyirikan, padahal kesyirikan adalah kezaliman yang pasti besar juga. Firman-Nya  (مساجد الله ) masjid-masjid Allah.

Di sini menisbatkan masjid milik Allah, sebagaimana di dalam firman-Nya:

وَّاَنَّ الْمَسٰجِدَ لِلّٰهِ فَلَا تَدْعُوْا مَعَ اللّٰهِ اَحَدًاۖ

“Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah untuk Allah.  Maka janganlah kamu menyembah apa pun di dalamnya selain Allah.” (QS: Al-Jinn [ 72 ]: 18).

Hal itu karena di dalam masjid seseorang tidak boleh menyembah selain Allah, maksudnya bahwa masjid-masjid Allah adalah tempat untuk menegakkan Tauhid. Inilah yang dimaksud bahwa salah satu fungsi masjid yang paling utama adalah menyebut, memuji, mengagungkan dan mensucikan nama Allah.

 اُولٰۤئِٕكَ مَا كَانَ لَهُمْ اَنْ يَّدْخُلُوْهَآ اِلَّا خَاۤئفِيْنَ

“Merekalah orang-orang yang tidak sepantasnya masuk kedalam masjid Allah, kecuali dengan rasa takut.”  (QS: Al-Baqarah [ 2 ]: 114).

Ada beberapa penafsiran pada ayat di atas, di antaranya:

Pertama, ayat tersebut berbentuk berita, tapi maksudnya adalah perintah, artinya perangilah mereka, sehingga kalian bisa menguasai masjid Allah, maka jangan izinkan mereka masuk ke dalamnya kecuali dalam keadaan takut kepadamu. Setelah umat Islam membuka kota Makkah, semenjak itu orang-orang Musyrik tidak boleh masuk ke dalam Masjidil Haram.

Allah Subhanahu wa ta’ala berfiman,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْمُشْرِكُوْنَ نَجَسٌ فَلَا يَقْرَبُوا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ هٰذَا ۚوَاِنْ خِفْتُمْ عَيْلَةً فَسَوْفَ يُغْنِيْكُمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖٓ اِنْ شَاۤءَۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ

“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis (kotor jiwa), karena itu janganlah mereka mendekati Masjidil Haram setelah tahun ini. Dan jika kamu khawatir menjadi miskin (karena orang kafir tidak datang), maka Allah nanti akan memberikan kekayaan kepadamu dari karunia-Nya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.” (QS: At-Taubah [9] : 28).

Ini termasuk bentuk kehinaan mereka di dunia dan di akhirat mereka akan mendapatkan azab yang pedih.

Kedua, jika ayat di atas ditafsirkan Baitul Maqdis maka maknanya sebagai berikut, “ketika orang- orang Romawi merobohkan Baitul Maqdis, kemudian Baitul Maqdis dikuasai umat Islam, maka mereka tidak masuk ke dalamnya kecuali dalam keadaan takut di penggal lehernya atau takut dengan pembayaran jizyah yang harus dilaksanakan.”

Shalat menghadap ke arah manapun?

وَلِلّٰهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَاَيْنَمَا تُوَلُّوْا فَثَمَّ وَجْهُ اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ وَاسِعٌ عَلِيْم

“Dan milik Allah timur dan barat. Kemanapun kamu menghadap di sanalah wajah Allah. Sungguh, Allah Maha Luas, Maha Mengetahui.” (QS: Al- Baqarah [ 2 ]: 115)

Para ulama berbeda pendapat tentang ayat di atas:

Ayat di atas turun kepada orang yang shalat tidak menghadap kiblat pada waktu malam gelap gulita. Diriwayatkan dari Amir bin Rabi’ah bahwasannya ia berkata, “Suatu kaum Bersama Nabi ﷺ sedang melakukan safar di waktu malam gelap gulita, kami tidak tahu kemana arah kiblat. Setiap dari kita shalat sesuai dengan posisinya. Ketika pagi hari kita sampaikan kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam maka turunlah ayat ini.” (HR. At-Tirmidzi)

Dari sini para ulama fiqih mengatakan jika seseorang shalat tidak menghadap kiblat karena gelap atau karena tak tahu arah kiblat,  kemudian ternyata salah, maka shalatnya sah dan tidak perlu mengulangi shalat lagi.

Ayat ini turun untuk siapa saja yang sedang musafir dan ingin shalat sunnah, dia dibolehkan shalat menghadap ke arah mana saja. Diriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ ketika melakukan safar dari Makkah ke Madinah, beliau shalat di atas kendaraannya mengikuti arah kendaraan tersebut. (HR: Muslim)

Hanya saja sebagian ulama, seperti Imam Malik mensyaratkan jarak perjalanan yang di tempuh harus jarak dibolehkan qashar shalat (±80km).

Dahulu kaum Yahudi senang ketika Rasulullah ﷺ  menghadap Baitul Maqdis. Ketika beliau diperintahkan shalat menghadap ka’bah, kaum Yahudi bertanya “kenapa harus menghadap arah kiblat, maka turunlah ayat ini”

Mayoritas ulama mengatakan bahwa ayat ini mansukh( dihapus). Hal itu, karena dahulu ketika di Makkah Rasulullah ﷺ shalat menghadap Baitul Maqdis dengan cara menghadap wajahnya ke Ka’bah yang kearah Baitul Maqdis. Setelah hijrah ke Madinah, beliau menghadap ke Baitul Maqdis selama 16 atau 17 bulan lamanya. Maka turun ayat ini (QS. Al-Baqarah : 115) setelah itu turun perintah untuk menghadap ke ka’bah. Sehingga ayat 155 dinasakh (dihapus) dengan ayat 150 dari Surat Al-Baqarah

وَمِنْ حَيْثُ خَرَجْتَ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۗ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوْا وُجُوْهَكُمْ شَطْرَهٗ ۙ لِئَلَّا يَكُوْنَ لِلنَّاسِ عَلَيْكُمْ حُجَّةٌ اِلَّا الَّذِيْنَ ظَلَمُوْا مِنْهُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِيْ وَلِاُتِمَّ نِعْمَتِيْ عَلَيْكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَهْتَدُوْنَۙ

“Dan dari manapun engkau (Muhammad) keluar, maka hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, maka hadapkanlah wajahmu ke arah itu, agar tidak ada alasan bagi manusia (untuk menentangmu), kecuali orang-orang yang zalim di antara mereka. Janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, agar Aku sempurnakan nikmat-Ku kepadamu dan agar kamu mendapat petunjuk.” (QS: Al-Baqarah [ 2 ]: 150).

Keringanan dari Allah

Pertama, ayat 115 di atas sebagai bentuk keringanan dari Allah kepada umat Islam yaitu ketika masjid ditutup atau di robohkan atau dikuasai orang-orang kafir maka umat Islam boleh shalat di tempat manapun juga.

Kedua, ketika seseorang dalam perjalanan atau dalam keadaan gelap gulita atau dalam kondisi tidak tahu kiblat maka hendaknya tetap shalat ke arah yang diyakini, jika kemudian salah, maka shalatnya tetap sah dan tidak perlu mengulanginya lagi. Wallahu A’lam.*/Tafsir An-Najah, dikelolah Dr Ahmad Zain an-Najah, Pusat Kajian Fiqih Indonesia (PUSKAFI)

Selain artikel penghalang shalat di masjid, banyak artikel kajian Islam menarik di SINI

Rep: Admin Hidcom
Editor: –





SUMBER BERITA

Article Top Ads

Central Ads Article 1

Middle Ads Article 2

Article Bottom Ads